Sabtu, 24 Maret 2012

KASIH TAK SAMPAI 1. Ilmu Laduni (bag.3)


“Tidak usah tetapi. Tidak perlu berdebat hal yang tidak berguna! Aku hanya ingin bertanya sesuatu hal kepadamu. Tolong jawablah sejujurnya !”

“Ya ustadz. Tentang apa ustadz ?”

“Apakah kamu mempunyai Ilmu Laduni ?”

“Apa Tuan Ustadz ? Ilmu Laduni ?” Tanya balik Romi dengan nada sangat heran.

“Betul. Ilmu Laduni.”

“Apa itu Ilmu Laduni ustadz ?”

“Sebuah Ilmu dimana santri tanpa belajarpun bisa atau pandai.”

“Tuan Ustadz, aku santri yang banyak dosa ustadz. Dibanding santri yang lain aku adalah santri yang lebih banyak dosanya. Aku sering tulul amal (panjang angan - angan). Aku ingin segera bisa memahami berbagai ilmu yang ada diajarkan di pesantren ini. Aku ingin bisa mengembangkan pesantren yang telah dirintis abahku. Sehingga lebih banyak pemuda – pemuda sekitar yang bisa aku tampung dan bimbing di pesantren kami nantinya Ustadz. Karena itu aku setiap malam belajar. Hanya mungkin mereka tidak tahu kalau aku belajar. Aku kadang masih juga berfikir tentang mar’ah jamilah (wanita cantik) yang aku dambakan ustadz. Aku kadang juga berfikir masalah harta atau ekonomi. Kadang aku masih juga gosob (pinjam tanpa ijin) sandal santri yang lain usatzd. Itu jelas – jelas dosa ustadz. Mana mungkin orang sepertiku bisa memperoleh Ilmu Laduni. Jelas itu hal yang mustahil ustadz.”

“Aku tidak pernah mengetahui kamu belajar tekun setiap malam. Aku hanya tahu bahwa kamu setiap setelah sesai sholat fardlu selalu wiridan (berdoa) lama  dimasjid. Mungkin dari itulah kamu mendapatkan Ilmu Laduni itu.” 

“He he he. Bukan ustadz. Memang setelah selesai sholat aku biasa duduk berlama – lama di masjid. Ketika aku duduk lama itu, tidak sepanjang duduk itu aku berdo’a. Setelah berdo’a aku belajar sambil duduk ustadz. Tapi kadang aku melakukan dosa pula ustadz.”

“Apakah dalam duduk wiridanmu kamu juga bisa melakukan dosa? Apakah kamu bisa juga belajar tanpa kitab? Hebat…hebat … hebat. Santri yang hebat. Itulah Ilmu Laduni. Belajar tanpa kitabpun bisa.” Sanjung Ustadz Zain kekaguman.

Romli diam mendengarkan sanjungan itu. Ia malu terhadap sanjungan gurunya itu. Ia ingin menjelaskan kepada ustadz yang terkenal tampan dan sopan itu. Tetapi ketika ia menoleh kekiri dan kekanan banyak kawan santri yang lain ia mengurungkan niatnya. Ia mencarai cara untuk bisa menerangkan tanpa harus diketahui santri yang lain. Tetapi buntu. Ia tidak menemukan cara yang tepat.

Ia ingat sore tadi telah melipat tikar dan di tindih bantal. Seketika itu ia mendapatkan cara untuk bisa menerangkan cara belajarnya. Ia segera mengambil tikar dan bantal itu. Tikar dan bantal tersebut ditaruh dipangkuannya.

“Maaf ustadz ! Bukankah memikir wanita cantik itu termasuk “zina” ?. Bukankah itu zina pikiran ustadz ? Bukankah itu dosa ustadz ? Kalau ustadz tidak keberatan mari kita keluar sebentar ! Biar aku terangkan cara belajarku setiap malam dan setiap hari.”

“Betul itu zina. Betul itu dosa. Tetapi itu menurut pandangan para ahli sufi Romi. Bukan pandangan ahli syar’i. Masalah menerangkan cara belajar kenapa harus keluar ? Tidakkah bisa diterangkan disini saja ?”

“Bisa juga diterngkan disini, tetapi kurang pas ustadz. Aku malu sama kawan santri yang lain dikamar ini ustadz..”

“Ooo… Kalau begitu ayolah !”

Romi berdiri sambil mengepit tikar dan bantal diketiaknya. Sebelum keluar ia menebarkan salam melempar senyum manisnya kearah kawan – kawan santri sekamarnya. Tidak lupa ia minta maaf, karena meninggalkan mereka untuk keperluan menerangkan cara belajarnya. Yang sebenarnya kawan – kawannya ingin tahu juga tentang cara belajar dirinya. Tapi ia tidak ingin rahasia ini diketahui oleh kawan – kawan sekamar bahkan kawan se pesantrennya. Takut hari – hari berikutnya dibuntuti kawan sekamarnya. Takut ia tidak bisa belajar dengan tenang lagi. Kemudian ia melangkah keluar. Ia berjalan menuju kearah jalan raya.

Ustadz Zain heran, melihat tingkah santrinya yang satu ini. Kenapa harus keluar kamar kalau hanya sekedar mau menerangkan tentang cara belajarnya. Kenapa mesti memabawa tikar dan bantal. Namun ia hanya bisa mengikuti langkah – langkah santri yang di kaguminya itu dengan penuh tanda tanya. 
_________________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!