Ustadz
Zain heran, melihat tingkah santrinya yang satu ini. Kenapa harus keluar kamar
kalau hanya sekedar mau menerangkan tentang cara belajarnya. Kenapa mesti memabawa
tikar dan bantal. Namun ia hanya bisa mengikuti langkah – langkah santri yang
di kaguminya itu dengan penuh tanda tanya.
Sampai
di tempat yang agak sepi Romi menghentikan langkahnya. Ia menaruh tikar
ditempat yang bersih dan kering. Lantas ia membuka tikarnya. Setelah tikar
terbuka tampaklah beberapa kitab yang tadi dalam lipatan tikar tersebut.
“Mari
Tuan Ustadz duduk disini saja! Biar aku terangkan disini.” Pinta Romi.
“Kita
duduk disini ? Di tempat yang sepi ini ?”
“Betul
ustadz. Silahkan duduk ! Segera akan aku terangkan cara belajar ku ustadz.”
“Aneh
sekali kamu ini. Mengapa kitab – kitab ini kamu taruh dalam tikar? Mengapa
tikar itu kamu taruh dibawah ? Itu tidak menghormati ilmu Romi. Bisa jadi
ilmumu tidak bermanfaat Romi.”
“Maaf
ustadz ! Sekarang ustadz sudah tahu sendiri kan, kalau aku banyak dosa. Menaruh
kitab – kitab tidak pada tempatnya. Aku sudah dholim ustadz. Maka tentu tidak
mungkin mendapatkan Ilmu Laduni seperti yang ustadz tuturkan.
Tapi aku menaruh kitab – kitab itu dalam tikar hanya ingin mengelabui kawan –
kawan sekamar. Agar mereka tidak tahu kalau aku keluar membawa tikar yang
terdapat kitab didalamnya. Perbuatanku ini juga dosa ustadz. Karena telah
mengelabui santri yang lain. Tetapi begitulah ustadz setiap hari selama
dipesantren ini ustadz. Maafkan ustadz kalau aku telah banyak melakukan
maksiyat.”
Beberapa
saat Ustadz Zain tidak bicara lagi. Beliau duduk berhadapan dengan Romi. Beliau
memandang kearah beberapa kitab yang ada dihamparan tikar itu. Ia heran. Mau
menerangkan cara belajar saja diajak keluar. Ia heran santrinya yang satu ini
menyimpan kitab – kitabnya didalam tikar. Yang ia ketahui selama ini santri –
santri menyimpan kitab di rak kitab atau di lemari.
“Sudahlah
tidak perlu berdebat lagi, silahkan segera terangkan bagaimana cara belajarmu !”
Pinta Ustadz Zain.
“Baiklah
ustadz. Setiap hari pulang dari sekolah aku selalu menaruh kitab – kitab ini
didalam tikar. Setelah malam hari dan sunyi, kawan – kawan asyik bercanda aku
pergi keluar kamar menuju suatu tempat yang sunyi dan sepi. Suatu tempat yang
jarang dikunjungi oleh manusia dimalam hari. Aku keluar kamar selalu membawa
tikar dan bantal seperti ini ustadz. Aku belajar di suatu tempat yang sunyi dan
sepi itu sendirian ustadz. Setelah tengah malam aku berhenti belajar. Di saat
orang – orang terlelap tidur dengan dibuai mimpi – mimpi indah, sementara itu
aku terpesona dan menikmati berdialog dengan Alloh yang Maha Segala. Aku
berdialog dengan – Nya dalam roka’at – roka’at sholat malam ustadz. Pertama aku
memohon agar ilmuku bermanfaat, kemudian aku mendoakan kedua abah dan umiku.
Selanjutnya aku memohonkan ampun untuk para ustadzku dan orang muslim semuanya.
Dan aku tutup dengan mohon kepada Alloh agar aku diberi calon isteri yang
sholihah lahir batin ustadz. Isteri yang bisa diajak berjuang bersama mengarungi
bahtera keluarga ustadz.”
“Dan
setiap selesai sholat wajib aku juga berdo’a demikian itu. Setelah selesai doa
itu aku membuka memori ingatanku tentang
ilmu – ilmu yang telah aku pejari ustadz. Berkali – kalia apa yang telah aku
ketahui itu aku ingat – ingat lagi setelah selesai sholat itu. Terutama bab –
bab yang baru kami pelajari. Begitulah ustadz apa yang aku lakukan sehari –
hari. Aku belajar dan belajar tiada henti.” Sambung Romi.
Mendengar
uraian Romi itu Ustadz Zain tidak percaya begitu saja. Ia hanya percaya bahwa
santrinya yang cerdas itu mempunyai Ilmu Laduni. Ia tetap
beranggapan bahwa Romi pandai karena berkah doa abah dan uminya. Maka ia ingin
mengkorek lebih jauh lagi.
“Bolehkan
aku tahu dimana tempat yang biasa kamu jadikan untuk belajar ?”
“Mohon
maaf ustadz ! Demi ketenangan belajarku setiap malam aku tidak siap untuk memberi
tahukan tempat belajarku setiap malam itu.”
“Kalau
begitu aku tidak percaya terhadap apa yang kamu sampaikan itu. Aku masih punya
anggapan bahwa kamu pandai karena berkah doa abah dan ummimu.”
Romi
tidak menjawab sanggahan ustadz yang dihormatinya itu. Ia hanya menengok
kelangit yang maha luas. Ia memandang berjuta – juta bintang dialngit. Ia
seakan bertanya kepada bintang – bintang untuk menjawab sanggahan ustadznya
itu. Tetapi bintang – bintang itu hanya berkedap – kedip saja. Mereka tidak memberikan
apa – apa. Kecuali hanya memberikan berjuta kedip yang indah.
Namun
dari melihat bintang – bintang itu ia bisa mengambil suatu isyarat, bahwa
berjuta manusia tidak ada yang sama persis. Mesti ada saja perberbedaan antara
yang satu dengan lainnya. Berpuluh ustadz dipesantren tidak ada yang sama.
Masing – masing mereka mempunyai charisma sendiri.
“Betul
ustadz. Aku memang merasakan berkah doa dari abah dan ummiku. Tanpa ridlo
mereka tentu aku tidak akan betah belajar disini. Tanpa do’a mereka aku tidak
akan sanggup betah belajar setiap malam. Tanpa pertolongan Alloh aku juga tidak
akan sanggup beribadah mencari ilmu. Ilmu Laduni yang aku
dapatkan sebenarnya dari para asatidz. Salah seorang ustadz yang memberikan
Ilmu Laduni itu adalah Ustadz Zain.”
“Hah…
Apa ? Aku telah memberikan Ilmu Laduni kepadamu ?”
“Betul
ustadz. Engkau telah memberikannya kepadaku. Demikian juga ustadz – ustadz yang
lain telah pula memberikan ilmu itu kepadaku juga. Jadi Ilmu Laduni
yang aku punyai berasal dari beberapa ustadz. ”
“Apa
itu ?”
“Beberapa Ilmu Laduni itu diantaranya adalah :
1.
Ustadz
Zain pernah memberikan beberapa Ilmu Laduni. Salah satunya adalah من جد
وجد (man jadda wajada) barang siapa yang
sungguh – sungguh maka akan mendapatkannya. Itulah ustadz Ilmu Laduni
yang aku dapatkan dari ustadz.
2.
Dari
guru yang lain memberikan Ilmu Laduni berupa الاجر بقدرالتعب (al –ajru biqodrit ta’ab). Fahala itu diukur dengan kecapeannya.
Atau upah itu di berikan diukur dengan kelelahannya. Artinya barang siapa yeng
bekerja akan mendapatkan upah sesuai dengan tenaga yang ia keluarkan. Siapa
yang belajar tekun insyaalloh mesti mendapatkan ilmu. Siapa yang tidak mau
belajar tentu tidak akan mendapat ilmu.
3.
Dan
Ilmu Laduni yang aku peroleh dari Ustadz Roja’i guru bahsa Inggris adalah “If you work in earnest, you will be succed”. Jika
anda bekerja dengan kesungguhan, tentu anda aka berhasil. Maka
tidak akan mendapatkan ilmu kecuali hanya harus dengan belajar dan belajar dengan
giat dan disertai dengan do’a. Karena yang punya ilmu itu Alloh.”
4.
Guru
yang lain memberikan ilmu Laduni berupa where there is a will there is away. Dimana
ada kemauan disitu ada jalan. Barang siapa yang ada kemauan untuk bisa
disitu ada jalan untuk bisa itu, yaitu dengan belajar giat, dengan niat yang
baik serta berdo’a insyaalloh akan mendapatkan ilmu.” Terang Romi.
5.
Ustadz
yang lain lagi memberikan Ilmu Laduni kepadaku berupa “pemuda yang luar
biasa, adalah pemuda yang mengerjakan hal – hal yang tidak biasa – biasa saja”.
Barang siapa yang ingin menjadi luar biasa (hebat) tentu harus belajar lebih
giat dibanding dengan yang lainnya. Kalau belajarnya sama dengan kawan – kawan
yang lainnya maka hasilnya akan sama juga dengan kawan – kawannya itu. Tidak
ada kelebihan sama sekali. Pemuda yang hebat tentu tidak demikian. Pemuda yang
hebat diketika kawannya gurau ia akan merenung. Ketika kawannya tidur ia
belajar. Dikala kawannya bermimpi ia sholat malam. Ketika kawannya pesta pora
disiang hari ia puasa. Diketika libur kawannya pergi ketempat – tempat rekreasi
ia pergi ketempat para alim dan ulama untuk mereguk ilmu dari mereka.
Bukankah
begitu Ilmu Laduni ustadz ?”
“He
he he. Tampaknya kamu pandai pula bersilat lidah. Pandai pula berdalih. Pandai
pula menutupi kelebihanmu hal yang irrasional itu dengan hal – hal yang
rasional. Tetapi aku tetap tidak percaya sebelum aku tahu sendiri dengan mata
kepala sendiri dimana tempat belajarmu setiap malam.”
________________________
Insyaalloh bersambung
aku tunggu kelanjutannya !
BalasHapusJangan lama2....!!!