Senin, 02 April 2012

KASIH TAK SAMPAI 1. Ilmu Laduni (bag.6)


“Sebelum melihat tanda – tanda yang nyata dari bekas – bekas belajarmu aku belum percaya. Karena bisa juga kamu hanya sekedar menunjuk suatau tempat yang kira – kira pantas untuk tempat belajarmu.”

“Ooo … Jadi ustadz belum percaya ?”

“Tentu aku tidak percaya.”

“Kalau begitu marilah kita segera kesana ! Karena aku ingat juga bahwa malam ini akupun juga mempunyai agenda yang tidak bisa ditinggalkan sebelum fajar tersenyum.” 

Romi segera berjalan menuju sebuah bangunan disebelah timur. Ustadz Zain mengikuti dibelakangnya dengan hati yang penuh keraguan. 

Beberapa menit kemudian mereka berdua sampailah di sebuah bangunan tua. Romi menaruh tikar, disebuah teras yang rusak dari bangunan itu. Lantas ia menghidupkan sebuah lampu sentir. Setelah lampu sentir hidup ia pergi meunju pojok bangunan itu sambil menenteng curigen yang berisi air. Di pojok bangunan itu ada tumbuh rumput tebal yang luasnya hanya sekitar satu meter persegi. Ia membuka tutup curigen itu. Lantas ia membasuh kakinya dengan air dari curigen itu diatas tumbuhan rumput yang tumbuh lebat di pojok bangunan tua tersebut.  

Selesai membasuh kaki, Romi berjalan kearah dimana tikarnya ditaruh. Ia mengambil tikar itu dan membawa serta lampu sentir ke pojok bangunan tua tersebut. Sampai di pojok barat laut bangun tersebut ia meletakkan lampu sentir tersebut di atas tumpukan batu bata yang telah tersusun dari empat tumpukan. Kemudian ia menggelar tikarnya disebelah timur lampu sentir itu. Lantas ia duduk diatas tikar tersebut.

“Ustadz Zain, disinilah aku setiap malam belajar Ilmu Laduni itu. Aku baca kitab – kitab pelajaran tanpa bosan. Aku tidak akan berhenti membaca sebelum yang aku baca bisa aku fahami. Kalau sudah aku baca berulang kali belum juga faham, maka apa yang belum aku bisa fahami itu aku bawa tidur. Artinya aku sholat malam beberapa roka’at dan berdo’a tanpa putus agar dalam tidurku Alloh berkenan memberikan kefahaman. Dengan cara itu kadang aku mendapatkan kefahaman dengan bermimpi. Kadang juga dalam mimpi tidak bisa muncul apa yang aku angankan. Tapi ketika aku bangun lantas mambacanya kembali langsung bisa memahami ilmu yang tadinya musykil buatku ustadz. Namun ada pula ilmu yang tidak bisa aku fahami dengan cara keduanya. Maka yang terakhir ini aku biasa bertanya ke berbagai ustadz atau kawan. Sering juga aku tanyakan kepada abahku. Begitulah ustadz aku belajar Ilmu Laduni itu. Sekarang apakah ustadz sudah perecaya terhadap apa yang aku terangkan sejak tadi.” Terang Romi.

“Aku belum juga yakin Romi. Kamu belum menunjukkan tanda – tanda kalau kamu setiap malam belajar disini. Sekarang tunjukkanlah tanda – tanda itu kepadaku !”

“Baiklah ustadz, akan aku tunjukkan tanda – tanda yang bisa ustadz periksa sendiri dengan jeli :

1.      Ustadz mesti memahami bahwa aku kesini tidak meraba – raba. Artinya aku menuangkan air curigen untuk membasuh kaki di pojok sana yang ada rumput tebal tadi lantas menuju kesini tanpa mencari – cari tempat lebih dulu. Dari pojok langsung kesini. Tidak ada kesan sedikitpun masih mancari – cari tempat yang pas. Karena hal ini sudah biasa aku lakukan setiap malam.

2.      Lihatlah ustadz tumpukan 4 batu bata  tempat lampu sentir ini aku taruh ! Ustadz tahu bahwa aku tidak menumpuk 4 batu bata ini sekarang. Karena aku menumpuknya sejak beberapa tahun yang telah lewat. Memang kadang 4 batu bata ini berserakan, lantas aku ambil dan aku tata kembali.

3.      Selanjutnya ustadz bisa menganalisa lebih jauh tentang rumput yang tumbuh tebal  di pojok itu ! Kebetulan sekarang ini musimnya kemarau. Mustahil ada rumput tumbuh tebal di pasir yang tandus dimusim kemarau semacam ini. Lagi pula rumbut yang tumbuh tebal tersebut lebih kurang hanya selebar 1 meter persegi. Karena selebar itulah air bekas curahan wudluku memercik yang hamper setiap malam aku lakukan. Coba sekarang lihatlah rumput yang menjadi saksiku setiap malam aku menuangkan air untuk berwudlu ! Aku sedikit bersyukur ustadz karena bekas air wudluku setiap malam bisa untuk diminum oleh sebagian makhluq Alloh yang tidak bisa mencari air sendiri. Sehingga ia bisa tumbuh dan hidup dengan subur. Disisi lain mungkin ada juga makhluq kecil yang memanfaatkan bekas air wudluku itu untuk kebutuhan hidupnya. Dengan rumput yang tumbuh tebal itu aku tidak perlu membuat alas kaki yang bersih untuk tempat berwudluku. Karena rumput itu sudah cukup suci untuk sebagai alas kaki tempat berwudlu.
 
4.      Maka bagiku Ilmu Laduni itu adalah ilmu yang hanya ada dalam cerita saja ustadz. Bagiku Ilmu Laduni adalah ilmu yang didapat dengan cara berlajar giat, niat  yang benar, waktu yang cukup panjang dan berdo’a kepada yang mempunyai ilmu. Agar diberikan ilmu oleh-Nya.  Apakah sekarang ustadz  sudah percaya terhadap apa yang aku sampaikan ?

Ustadz Zain meraih lampu sentir dari tumpukan 4 batu bata tersebut. Beliau berjalan pelan – pelan menuju pojok yang ditunjukkan oleh Romi. Sampai di pojok ia jongkok. Beliau mengamati rumput hijau yang tumbuh tebal selebar 1 meter persegi dihadapannya. Beliau menaruh lampu sentir agak jauh di sebelah rumput tebal itu.  Lantas ia membelai rumput hijau yang basah itu berkali – kali. Tampak bibirnya berkomat – kamit melafalkan do’a. Entah do’a apa yang di ucapkan. Setelah sekian lama berkomat – kamit wajah Ustadz Zain tersungkur dirumput hijau yang basah itu.   

Setelah sekian lama wajah Ustadz Zain tersungkur di rumput hijau yang tebal itu, pelan – pelan diangkatnya kembali. Lantas beliau meraihnya kembali lampu sentir itu. Kemudian berdiri dan berjalan dengan langkah gontai menuju kearah Romi duduk.

“Maafkan Romi muridku yang cerdas ! Sekarang aku sangat percaya terhadap apa yang kamu terangkan. Kamu ternyata luar biasa. Aku belum pernah melakukan seperti apa yang kamu lakukan. Usahamu dalam hal memahami suatu ilmu sangat luar biasa hebat. Usahamu dalam tholabul ilmu bagaikan ulama – ulama salaf.  Ulama terdahulu yang terkenal sholih. Aku hanya bisa mendo’akan suatu saat nanti kamu menjadi seorang ulama besar, kyai terkenal yang sanggup membawa ummat kearah jalan yang benar Romi. Itu harapanku. Akupun berharap mudah – mudahan suatu sa’at nanti aku mempunyai putra dan putri bisa mencontoh perbuatanmu yang mulia ini. Atau bahkan kalau engkau sudah menjadi kyai atau ulama besar aku berhasrat menitipkan anak – anakku kepadamu. Setelah aku mendengarkan keteranganmu dan melihat kenyataan ini, maka aku bisa menyimpulkan bahwa kamulah yang lebih pantas menjadi guruku.”  Sanjung Ustadz Zain dengan langkah gontai.
_________________________
Insaalloh bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!