Sabtu, 28 April 2012

KASIH TAK SAMPAI. 5. Kata Maaf yang Indah (bag. 39)


Bahkan keberhasilan beliau diakui oleh lawannya karena ia bersifat pemaaf dan lemah lembut.  Sampai – sampai dalam buku yang berjudul Seratus Tokoh yang di tulis oleh orang barat Nabi Muhammad saw menduduki urutan yang pertama. Ini bukti bahwa sifat pemaaf itu membawa kepada keberhasilan.” Terang Romi.


“Boleh sedikit bertanya ustadz ?”

“Silahkan saja bertanya !”

“Tapi kenapa kalau ada santri yang melanggar peraturan dihukum cukup berat ?”

“He he he … bagus. Pertanyaan yang bagus sekali. Kamu santri yang hebat Syukur. Berani bertanya tentang hukuman dipesantren. Keterangannya sangat panjang. Tapi akan aku terangkan dengan singkat saja ya ?”

“Terserah ustadz sajalah. Mau diterangkan singkat atau secara panjang lebar terserah ustadz sajalah.”

“Aku terangkan singkat sajalah. Karena waktu sudah malam. Begini Syukur. Santri itu datang dari berbagai daerah. Orang tua menyerahkan putranya di pesantren ini agar dididik menjadi orang berilmu, berakhlaq mulia dan mengamalkan ilmunya. Mereka menyerahkan putarnya kepada pengasuh pesantren bulat – bulat. Dalam istilah jawa adalah orang tua pasrah bongkokan (menyerahkan penuh). Mereka  tahunya tamat dari pesantren putranya jadi orang baik. Titik. Maka bagi pengasuh, santri adalah bagaikan putranya sendiri. Pengasuh harus bertanggung jawab penuh atas baik jeleknya santri kepada orang tuanya. Ini tentu bukan tugas ringan. Tugas itu semakin berat ketika santri yang diserahkan ke pengasuh pesantren mempunyai latar belakang yang berbeda – beda pula kebiasaannya. Disadari atau tidak para anak yang diserahkan orang tuanya ke pesantren ternyata homogin (aneka macam latar belakang). Mulai dari anak pintar dan baik – baik, anak – anak yang biasa – bisa saja sampai  anak yang benar – benar nakal. Bahkan bisa dibilang anak yang sudah rusak dan jahat. Dan yang terakhir ini ternyata sering mempengaruhi kawan – kawannya yang baik menjadi nakal dan bandel. Untuk membawa kearah kebaikan maka dibentuklah peraturan. Peraturan itu mengandung hak, kwajiban dan sangsi. Tujuan dibuatnya peraturan itu agar santri terbiasa melakukan kebaikan. Santri terbiasa menta’ati peraturan.  Akhirnya santri berakhlaq yang mulia. Maka jika ada santri yang melanggar diberikan sangsi atau hukuman. Hukuman itu tidak sampai menyakitkan atau menyiksa fisik santri. Bahkan sangsi itu menguntungkan santri. Contoh kalau santri melanggar peraturan disuruh berdiri satu jam menghafalkan sesuatu ilmu yang bermanfaat. Jadi sifat hukuman itu menguntungkan bagi santri sendiri. Bagaimana kamu bisa mengerti ?” 

“Insyaalloh ustadz. Aku sebenarnya ingin bertanya lagi. Masih banyak hal yang ingin aku tanyakan. Tapi ini ada SMS dari bibiku.”

“SMS apa ?”

“Bibiku meminta ustadz agar bersedia bebicara dengannya.”

“Untuk apa ?”

“Untuk meminta maaf katanya.”

“Aku takut dia marah – marah lagi. Aku takut semakin banyak rasa yang tidak dalam diriku.”

“Maaf ustadz ! Dia menyesal atas kekhilafannya tadi. Makanya ia ingin berbicara dengan ustadz  barang sebentar saja.”

“Baiklah kalau begitu.”

Syukur menghubungi bibinya. Setelah terhubung ia memberikan HP itu kepada Romi.

“Assalamu’alaikum. Romi disini. Ada apa mbak ?” Sapa Romi kepada Lia.

“Wa’alikum salam. Aku telah berbuat khilaf terhadap ustadz. Aku telah berkata yang kasar, tidak senonoh dan menykitkan hati ustadz. Itu terjadi karena aku jengkel terhadap kemenakanku sendiri. Seharusnya aku sanggup mengendalikan emosiku. Tetapi aku terlalu lemah untuk itu. Masih bisakah ustadz memafkanku ?”

“He he he …. Tidak usah dipikirin mbak ! Anggap saja diantara kita tidak pernah terjadi apa – apa. Aku tidak merasa tersakiti. Aku tidak merasa ada yang aneh. Aku memaklumi kok. Tanpa minta maaf aku telah mengampunimu. Bagitulah ajaran kita yang telah dipesankan dalam surat Al – A’rof ayat 199. ”

“Benarkah begitu ? Bolehkah lain waktu aku kenal lebih dekat lagi dengan ustadz ?” Tanya Lia mengharap.

Romi tidak segera menjawab. Ia merasa ada yang sedikit aneh dengan pertanyaan Lia yang terakhir itu. Ia bingung mau menjawab.

“Bolehkan lain kali aku kenal lebih akrab lagi dengan ustadz ?” Tanya Lia lagi.

Romi diam. Ia menacari kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaan Lia itu. Namun sebelum Romi menemukan kalimat yang pas Lia sudah menyambung kalimtnya.

“Bolehkah lain waktu aku berjumpa dengan ustadz ? Kalau tidak boleh juga tidak apa – apa.” Tanya Lia yang ketiga kali.

“Benar mbak, aku telah memaafkan kok. Tidak usah dipikirin lagi tentang pembicaran kita tadi. Anggap saja sudah selesai. Insyaalloh lain kali kita bisa berjumpa kalau Alloh menghendaki. Dan aku bermohon kepada Alloh perjumpaan itu dengan ridlo – Nya juga.” Jawab Romi sekenanya saja.

“Al –  Hamdulillah. Segala puji bagi – Nya. Kata maafmu sangat indah bagiku ustadz. Semoga keindahan kata maafmu abadi dihatiku sampai akhir hayatku.” Lia menutup pembicaraan dan sekaligus mematikan HPnya.

“Mbak … mbak … mbak. Masih disitu ? Apa maksud kalimat yang mbak ucapkan ?” Tanya Romi.

Pertanyaan Romi tidak dijawab oleh Lia. Romi melihat HPnya. Ternyata HP Lia sudah dimatikan. Romi berguman di hati “Hemmm …. apa maksud pembiacaraannya Kata maafmu sangat indah bagiku ustadz. Semoga keindahan kata maafmu abadi dihatiku sampai akhir hayatku.

Romi segera menyerahkan HP itu kepada Syukur. Ia menyimpan rasa penasaran dari arti kata – kata Lia itu. Kalimat Lia tersebut menjadi teka – teki baginya. Kalimat itu gelap baginya. Ia tidak bisa menafsirinya. Bagaikan gelapnya malam itu juga. Gelap dan semakin kelam.

Malam telah sampai puncaknya. Romi lantas pergi kemasjid untuk berdialog dengan Sang Maha Tahu. ***
 ____________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!