Bahkan
keberhasilan beliau diakui oleh lawannya karena ia bersifat pemaaf dan lemah
lembut. Sampai – sampai dalam buku yang
berjudul Seratus Tokoh yang di tulis oleh orang barat Nabi
Muhammad saw menduduki urutan yang pertama. Ini bukti bahwa sifat pemaaf itu
membawa kepada keberhasilan.” Terang Romi.
“Boleh sedikit
bertanya ustadz ?”
“Silahkan saja
bertanya !”
“Tapi kenapa kalau
ada santri yang melanggar peraturan dihukum cukup berat ?”
“He
he he … bagus. Pertanyaan yang bagus sekali. Kamu santri yang hebat Syukur.
Berani bertanya tentang hukuman dipesantren. Keterangannya sangat panjang. Tapi
akan aku terangkan dengan singkat saja ya ?”
“Terserah
ustadz sajalah. Mau diterangkan singkat atau secara panjang lebar terserah
ustadz sajalah.”
“Aku
terangkan singkat sajalah. Karena waktu sudah malam. Begini Syukur. Santri itu
datang dari berbagai daerah. Orang tua menyerahkan putranya di pesantren ini
agar dididik menjadi orang berilmu, berakhlaq mulia dan mengamalkan ilmunya.
Mereka menyerahkan putarnya kepada pengasuh pesantren bulat – bulat. Dalam
istilah jawa adalah orang tua pasrah bongkokan (menyerahkan
penuh). Mereka tahunya tamat dari
pesantren putranya jadi orang baik. Titik. Maka bagi pengasuh, santri adalah
bagaikan putranya sendiri. Pengasuh harus bertanggung jawab penuh atas baik
jeleknya santri kepada orang tuanya. Ini tentu bukan tugas ringan. Tugas itu
semakin berat ketika santri yang diserahkan ke pengasuh pesantren mempunyai
latar belakang yang berbeda – beda pula kebiasaannya. Disadari atau tidak para
anak yang diserahkan orang tuanya ke pesantren ternyata homogin (aneka macam
latar belakang). Mulai dari anak pintar dan baik – baik, anak – anak yang biasa
– bisa saja sampai anak yang benar –
benar nakal. Bahkan bisa dibilang anak yang sudah rusak dan jahat. Dan yang
terakhir ini ternyata sering mempengaruhi kawan – kawannya yang baik menjadi
nakal dan bandel. Untuk membawa kearah kebaikan maka dibentuklah peraturan.
Peraturan itu mengandung hak, kwajiban dan sangsi. Tujuan dibuatnya peraturan
itu agar santri terbiasa melakukan kebaikan. Santri terbiasa menta’ati
peraturan. Akhirnya santri berakhlaq
yang mulia. Maka jika ada santri yang melanggar diberikan sangsi atau hukuman.
Hukuman itu tidak sampai menyakitkan atau menyiksa fisik santri. Bahkan sangsi
itu menguntungkan santri. Contoh kalau santri melanggar peraturan disuruh
berdiri satu jam menghafalkan sesuatu ilmu yang bermanfaat. Jadi sifat hukuman
itu menguntungkan bagi santri sendiri. Bagaimana kamu bisa mengerti ?”
“Insyaalloh ustadz. Aku sebenarnya ingin bertanya lagi. Masih
banyak hal yang ingin aku tanyakan. Tapi ini ada SMS dari bibiku.”
“SMS apa ?”
“Bibiku meminta ustadz agar bersedia bebicara dengannya.”
“Untuk apa ?”
“Untuk meminta maaf katanya.”
“Aku takut dia marah – marah lagi. Aku takut semakin banyak rasa
yang tidak dalam diriku.”
“Maaf ustadz ! Dia menyesal atas kekhilafannya tadi. Makanya ia
ingin berbicara dengan ustadz barang
sebentar saja.”
“Baiklah kalau begitu.”
Syukur menghubungi bibinya. Setelah terhubung ia memberikan HP itu
kepada Romi.
“Assalamu’alaikum. Romi disini. Ada apa mbak ?” Sapa Romi kepada
Lia.
“Wa’alikum salam. Aku telah berbuat khilaf terhadap ustadz. Aku
telah berkata yang kasar, tidak senonoh dan menykitkan hati ustadz. Itu terjadi
karena aku jengkel terhadap kemenakanku sendiri. Seharusnya aku sanggup
mengendalikan emosiku. Tetapi aku terlalu lemah untuk itu. Masih bisakah ustadz
memafkanku ?”
“He he he …. Tidak usah dipikirin mbak ! Anggap saja diantara kita
tidak pernah terjadi apa – apa. Aku tidak merasa tersakiti. Aku tidak merasa
ada yang aneh. Aku memaklumi kok. Tanpa minta maaf aku telah mengampunimu. Bagitulah
ajaran kita yang telah dipesankan dalam surat Al – A’rof ayat 199. ”
“Benarkah begitu ? Bolehkah lain waktu aku kenal lebih dekat lagi
dengan ustadz ?” Tanya Lia mengharap.
Romi tidak segera menjawab. Ia merasa ada yang sedikit aneh dengan
pertanyaan Lia yang terakhir itu. Ia bingung mau menjawab.
“Bolehkan lain kali aku kenal lebih akrab lagi dengan ustadz ?”
Tanya Lia lagi.
Romi diam. Ia menacari kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaan
Lia itu. Namun sebelum Romi menemukan kalimat yang pas Lia sudah menyambung
kalimtnya.
“Bolehkah lain waktu aku berjumpa dengan ustadz ? Kalau tidak boleh
juga tidak apa – apa.” Tanya Lia yang ketiga kali.
“Benar mbak, aku telah memaafkan kok. Tidak usah dipikirin lagi
tentang pembicaran kita tadi. Anggap saja sudah selesai. Insyaalloh lain kali
kita bisa berjumpa kalau Alloh menghendaki. Dan aku bermohon kepada Alloh
perjumpaan itu dengan ridlo – Nya juga.” Jawab Romi sekenanya saja.
“Al – Hamdulillah. Segala puji bagi – Nya. Kata
maafmu sangat indah bagiku ustadz. Semoga keindahan kata maafmu abadi dihatiku
sampai akhir hayatku.” Lia menutup pembicaraan dan sekaligus mematikan HPnya.
“Mbak … mbak … mbak. Masih disitu ? Apa maksud kalimat yang mbak
ucapkan ?” Tanya Romi.
Pertanyaan Romi tidak dijawab oleh Lia. Romi melihat HPnya.
Ternyata HP Lia sudah dimatikan. Romi berguman di hati “Hemmm …. apa maksud
pembiacaraannya Kata maafmu sangat indah bagiku ustadz. Semoga keindahan
kata maafmu abadi dihatiku sampai akhir hayatku.”
Romi segera menyerahkan HP itu kepada Syukur. Ia menyimpan rasa
penasaran dari arti kata – kata Lia itu. Kalimat Lia tersebut menjadi teka –
teki baginya. Kalimat itu gelap baginya. Ia tidak bisa menafsirinya. Bagaikan gelapnya
malam itu juga. Gelap dan semakin kelam.
Malam telah sampai puncaknya. Romi lantas pergi kemasjid untuk
berdialog dengan Sang Maha Tahu. ***
____________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!