Jumat, 13 April 2012

KASIH TAK SAMPAI. 4.Menolak Pemberian uang (bag. 29) SALING MENOLAK MENERIMA UANG



بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   

"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang "


Sepeninggal Romi dari warungnya, Bu Hajjah Aminah menutup warungnya. Karena suasana sudah sepi. Ia segera pulang kerumah. Sampai dirumah ia bercerita kepada putrinya bahwa ada seorang pembeli yang aneh. Pemuda bertampang penjahat membeli nasi krengsengan. Pemuda itu tidak punya uang. Sehingga meninggalkan barang – barang miliknya sebagai jaminan. Begitu cerita Hajjah Aminah kepada putrinya.

Siska, putri Hajjah Aminah itu penasaran terhadap cerita mamanya itu. Ia ingin tahu barang – barang apa yang di tinggalkan oleh pemuda bertampang penjahat itu.

“Barang apa mama yang ditinggalkan pemuda penjahat itu ?” Tanya Siska kepada mamanya penasaran.
“Sebuah tas Sis.”

“Sebuah tas ? Awas mama kalau tas itu berisi bom waktu ! Rumah kita dan kita akan hancur mama.” Terang Siska.

“Bukan. Bukan bom. Sebuah tas yang didalamnya berisi barang – barang yang tidak berharga. Celana kotor, kaos kotor, sajadah usAng, Al – Qur’an lusuh dan entah apa lagi. Aku tidak tahu selebihnya.”
“Mana sekrang tas itu mama ?”

“Itu dikamar tamu. Ambil sendiri saja !”

Siska pergi kekamar tamu. Ia mengambil tas tersebut dan membawanya kedalam kamar tidurnya. Bagaikan detektif saja, Siska membuka semua kantong tas dan mengeluarkan semua isinya. Ia mengamati semua isi tas. Ia terkejut ketika menemukan sebuah foto seorang pemuda yang sangat tampan. Hanya ia menyayangkan pemuda itu memaki kain sarung, peci dan sorban.

Siska memasukkan kembali semua isi tas itu. Kecuali sebuah foto Romi yang bak seorang ustadz terkenal itu. Ia lantas menyelipkan foto itu didinding almari kaca. Sehingga foto itu tampak jelas dari luar. Setelah itu Siska mengembalikan tas itu kekamar tamu lagi. Lantas  ia tidur. Siska tidur pulas dikamarnya semalaman.
Seperti biasa, setiap hari minggu Siska membantu mamanya jualan nasi di terminal Tuban. Pagi – pagi setelah sholat shubuh berjama’ah Siska dan mamanya pergi kewarungnya. Mereka membawa semua peralatan yang biasa untuk jualan. Mereka juga tidak lupa pula membawa tas Romi yang dititipkan. Tetapi Siska lupa tidak memasukkan lagi foto Romi itu kedalam tas tersbut. Sehingga foto itu tetap terpajang di almari didalam kamar Siska.

Sampai diwarungnya Siska kebagian membuka warung, menyapu, dan menata barang – barang dagangan yang malam harinya dikemasi. Sedang mamanya, Hajjah Aminah bagian menyiapkan dibelakang (didapur). Yaitu bagian meracik bumbu dan menu masakan.  

Setelah selesai semuanya Siska duduk didepan warung sambil membaca majalah kesukaannya. Majalah Gadis. ***

Saat itu dibelahan bumi yang lain, di Tambak Boyo Romi berjalan menuju rumah kawannya yang semalaman didatanginya. Ia berjalan pelan – pelan sambil mengusap – usap wajahnya yang bengkak – bengkak. Karena hari minggu banyak orang yang lalu lalang. Lari pagi menikmati udara segar. Laki -  perempuan, tua -  muda memenuhi jalan sejak pagi buta itu.

Romi mengamat – amati orang yang lari pagi itu. Siapa tahu ia akan  jumpa dijalan dengan kawannya. Mereka yang lari pagi itu juga mengamati wajah Romi yang jelek itu.  Wajah bengkak membiru akibat dihajar orang di terminal Bungurasih Surabaya kemarinnya.

Tidak berselang lama Romi mengatahui kawan yang dicarinya itu diantara orang banyak yang lari pagi. Ia menerobos mereka dan mendekat kearah kawannya tersebut.

“Assalamu’alaikum. Selamat pagi Fiq ! Mau kemana pagi – pagi buta semacam ini lari - lari.” Teriak Romi kepada kawannya Rofiq yang sedang lari pagi.

Pemuda yang disapa Romi itu berhenti lari. Ia mengamat – amati pemuda berwajah bengkak dan berwarna biru itu. Ia menerka – nerka pemuda yang memanggilnya. Sebelum pemuda itu menemukan jawabannya Romi sudah mendekat dan menyapanya kembali.

“Hai lupa sama aku ya ? Kenalkan Si Romi kawan di pesantren.” Sambung romi.

“Ouuw… Kamu Romi santri misterius ? Kanapa wajahmu bengkak – bengkak seperti …. He he he …” Jawab Rofiq.

“Seperti apa ?”

“Seperti apa ya. Ah tidak tidak jadi. Tidak seperti apa – apa….” Jawab Rofiq tidak jadi berseloroh.

“Ya udah. Bisakah aku minta tolong pagi ini Fiq ?”

“Of course. Minta tolong apa ?”

“Pinjami aku uang dan sekarang juga antarkan aku pergi ke terminal Tuban”

“Tumben amat. Sebentar ! Kenapa buru – buru ? Ini kan masih terlalu pagi untuk pergi kesana. Ayo kita mencari penghangat perut lebih dulu. Masak mau pergi ke Tuban kamu hanya berpakaian semacam itu ?”

“Ini penting Fiq. Nanti siang aku mau membantu presentasi abah dirumah. Bahan – bahannya masih ada di fashdisk. Sekarang flashdisknya masih ada disana. Akut takut hilang. Ayo cepatlah !”

“Pagi ini kamu tidak seperti biasanya. Biasanya kamu santai saja. Kenapa pagi ini terkesan buru – buru. Di terminal ditempat siapa ? Oh ya, ngomong – ngomong siapa yang tadi pagi yang adzan shubuh dimasjid? Suaranya merdu sekali. Mesti yang adzan subuh tadi kamu. Aku menandai suaramu.  Lagunya juga lagu yang biasa kamu pakai adzan di pesantren. Memang kamu menginap dimana ?”

“Aku sebenarnya tidak ingin cerita panjang lebar tentang apa yang kamu tanyakan. Aku hanya ingin segera pergi ke terminal Tuban. Tetapi sedikit aku jawab pertanyaanmu. Memang yang adzan dimasjid itu aku. Dan aku menginap dimasjid juga. 

“Menginap dimasjid  hanya dengan berpakaian semacam itu ? Menganapa tidak menginap dirumahku saja ? Kamu sudah gila ya ?”” 

“Jawabnya nanti kalau sudah sampai terminal Tuban.” Janji Romi.

“Oke. Kalau begitu ayo berangkat kesana ! Tapi kita mau memakai pakaian macam apa ?”

“Kita memakai kain sarung saja. Karena sejak kemarin aku belum ganti pakaian. Dan aku tidak membawa pakaian ganti sama sekali. Aku juga tidak membawa barang apapun selain yang menempel dibadan ini.”
________________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!