“Kenapa
diam saja ? Apakah kamu mengetahui orang yang menemukannya ?”
“Betul
ustadz. Aku tahu orang yang telah menemukan dompet milik ustadz.” Jawab Syukur
dengan suara terbata – bata.
“Siapapun
orangnya yang menemukan dompetku aku akan memberikan hadiah kepadanya. Dan aku
akan menganggapnya sebagai saudara. Walaupun orang tersebut pernah menyakitiku.
Karena aku selama ini tidak pernah menganggap musuh terhadap siapapun.” Terang
Romi.
“Apakah
benar yang kamu katakan ? Kamu tidak sedang bermimpi Syukur ?” Tanya Romi
berapi – api.
“Benar
ustadz. Aku tidak sedang bermimpi.” Jawab Syukur.
“Kalau
begitu tunjukkan kepadaku siapa orangnya yang telah menemukan dompet itu ! Aku
besuk pagi akan mendatanginya dan akan memberikan hadiah yang layak baginya.
Aku akan berterima kasih pula kepadanya.”
“Aku
rasa tidak perlu ustadz bertemu langsung dengan orangnya.”
“Kalau
aku tidak bisa bisa bertemu dengannya terus bagaimana aku bisa mengambil
dompetku itu ? Bagaimana aku harus menyerahkan hadiah kepadanya ? Bagaimana
pula aku harus berterima kasih kepadanya ?”
“Biar
aku saja ustadz yang akan membereskan semuanya.”
“Jadi
kamu tahu orang yang menemukan dompetku ?”
“Betul
ustadz. Aku tahu dan kenal dengan orang itu.”
“Oouu
…. Kalau begitu kapan kamu akan
mengambilkan dompetku itu darinya ?”
“Dompet
ustadz dan isinya sekarang ada dikamar ini ustadz. Karena dompet itu sudah aku
bawa sejak saat itu.”
“Benar
begitu ? Sejak kapan dompet itu kamu bawa ?”
“Sejak
aku kembali ke pesantren ini.”
“Jadi
kamu benar – benar bertemu dengan orang yang menemukan dompetku itu ? Siapa dia
Syukur ?” Tanya Romi menggebu.
“Betul
aku bertemu dengan orang tersebut. Karena setiap aku pulang dari pesantren
selalu berjumpa dengannya. Dia adalah bibiku sendiri.”
“Al
– Hamdulillahi robbil ‘alamin. Astaghfirullohal ‘adhim. Ya Alloh aku mohon
kepadamu, berikanlah kelancaran seglra urusan bagi orang yang telah menemukan
dompetku itu Ya Alloh ! Allohumma amin, Ya mujibas sailin. Kalau boleh tahu
mana sekerang dompetku itu Syukur ?”
Syukur
berdiri dan berjalan menuju almarinya. Ia membuka almari itu dan mengambil
dompet yang sudah disimpan selama tiga minggu dalam almari itu. Lantas Syukur
menyerahkan dompet itu kepada ustadznya.
“Ini
ustadz dompetnya! Maaf ya kalau aku selama ini tidak segera menyampaikan kepada
ustadz ! Karena aku dan bibiku takut. Takut ustadz marah terhadapku dan
terhadap bibiku.”
“Al
– Hamdulillah, Ya Alloh Engkau masih
mengembalikan dompet dan isinya kepadaku. Sehingga aku tidak usah bersusah
payah untuk mengurus KTP baru lagi.” Ucap Romi bersyukur.
“Tidak
selayaknya aku marah terhadapmu. Apalagi terhadap bibimu. Bibimu tentu orang
yang baik hati. Tidak pantas orang baik – baik dimarahi. Seharusnya orang baik
harus disanjung dan didoakan. Kalau boleh lain kali aku ingin bisa kenalan
dengan bibimu.” Sambung Romi.
“Aku
rasa tidak usah kenalan juga tidak apa – apa. Karena bibiku takut dengan
ustadz. Karena dia telah berbuat tidak senonoh kepada ustadz.” Tolak Syukur.
“He
he he …. Syukur… Syukur. Bibimu itu belum kenal denganku, mana mungkin dia
punya salah denganku. Kalau hanya sekedar menahan dompetku itu bukan salah.
Lantaran mungkin dia hanya bingung dengan dompetku yang tidak ada isinya apa –
apa.”
“Sebenarnya
ustadz sudah tahu bibiku, walaupun hanya sekejap.”
“Dimana
aku tahu bibimu ? Jangan melamun kamu Syukur !”
Syukur
menundukkan kepala. Ia diam. Ia ragu dan takut mau menjelaskan siapa sebenarnya
bibinya.
“Apakah
bibimu sudah tahu aku ? Kalau dia sudah tahu aku, dimana dia bertemu denganku
?” Desak Romi.
“Maaf
ustadz ! Jangan marah. Bibiku mengetahui ustadz ketika naik bis. Dia duduk
disebelah kanan ustadz. Dialah yang telah membentur – benturkan kepala ustadz
ke dinding bis.” Jelas Syukur kepada Romi.
Mendengar
keterangan itu, Romi diam. Tiba – tiba hatinya panas. Ingin meluapkan
kemarahannya. Gara – gara wanita itu ia harus rela turun di terminal Tuban. Ia
rela kehujanan, kelaparan, kedinginan dan harus tidur dimasjid dengan duduk
semalaman. Dam harus kehilangan dompet pula.
Namun
Romi segera sadar bahwa bukan wanita itu yang salah. Tetapi dirinyalah yang
salah. Gara – gara ia tidak memenuhi hak mata (tidur) ia mengantuk di bis. Dan
dari rasa kantuk itulah akhirnya kepalanya sering berkunjung kedada wanita yang
ada disebelahnya. Maka wajar kalau wanita itu marah. Begitu pikir Romi.
Terbersit
pula dalam hati Romi sebuah rasa. Rasa mengagumi kecantikan wanita yang duduk
disebelahnya ketika naik bis itu.
Tiba
– tiba Romi ingat kepada suatu peristiwa yang sangat memalukan. Yaitu air liur
busuknya tumpah didada wanita tersebut. Ketika itu ia ingat janjinya. Janji
ingin mengganti pakaian wanita yang kena air liur itu dengan satu stel pakaian
baru.
“Ustadz
marah ya terhadapku dan terhadap bibiku ? Maafkan kami ustadz !” Tanya Syukur
dengan suara memelas.
“Tidak
…. Aku tidak marah Syukur. Aku masih ingat peristiwa yang memalukan dan
menyebabkan bibimu marah. Air liurku yang berbau busuk mengenai baju bagian
dadanya. Aku sangat malu terhadapnya. Saat itu bibimu akan turun dari bis, walaupun
belum sampai Sobontoro. Karena hujan lebat dia tidak turun. Maka untuk
mengurasngi rasa tidak nyamannya maka akulah yang kemudian turun di terminal
Tuban. Walaupun aku seharusnya turun di Tambak Boyo. Saat itulah dompetku tidak
ada disakuku. Mungkin jatuh ditempat duduk. Karena aku masih mengantuk dan
hujan aku lari turun dengan loncat dan lari. Sehingga tidak ada kesempatan
untuk meneliti barang-barangku. Aku
malu terhadap bibimu. Malamnya aku tidur di masjid Tambak Boyo. Ketika itu
terucap janjiku dalam hati terhadap bibimu. Kalau aku bisa berjumpa dengannya
aku akan minta maaf dan aku akan mengganti pakaiannya yang kena air liur itu
dengan pakaian satu stel yang baru.
Sekarang aku malu terhadap bibimu. Kapan kamu ada sempat pulang mintakan
maafku kepadanya ya !. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku malu sekali. Aku rasa permohonan maafku
cukup melalui lidahmu saja. Aku yakin lidahmu lebih pas untuk bisa memintakan
maaf kesalahanku terhadapnya.”
_____________________
Bersambung insyaalloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!