Bismillahirrohamnirrohim !!!
“Tidak
…. Aku tidak marah Syukur. Aku masih ingat peristiwa yang memalukan dan
menyebabkan bibimu marah. Air liurku yang berbau busuk mengenai baju bagian
dadanya. Aku sangat malu terhadapnya. Saat itu bibimu akan turun dari bis, walaupun
belum sampai Sobontoro.
Karena hujan lebat dia tidak turun. Maka untuk mengurasngi rasa tidak nyamannya maka akulah yang kemudian turun di terminal Tuban. Walaupun aku seharusnya turun di Tambak Boyo. Saat itulah dompetku tidak ada disakuku. Mungkin jatuh ditempat duduk. Karena aku masih mengantuk dan hujan aku lari turun dengan loncat dan lari. Sehingga tidak ada kesempatan untuk meneliti barang-barangku. Aku malu terhadap bibimu. Malamnya aku tidur di masjid Tambak Boyo. Ketika itu terucap janjiku dalam hati terhadap bibimu. Kalau aku bisa berjumpa dengannya aku akan minta maaf dan aku akan mengganti pakaiannya yang kena air liur itu dengan pakaian satu stel yang baru. Sekarang aku malu terhadap bibimu. Kapan kamu ada sempat pulang mintakan maafku kepadanya ya !. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku malu sekali. Aku rasa permohonan maafku cukup melalui lidahmu saja. Aku yakin lidahmu lebih pas untuk bisa memintakan maaf kesalahanku terhadapnya.”
Karena hujan lebat dia tidak turun. Maka untuk mengurasngi rasa tidak nyamannya maka akulah yang kemudian turun di terminal Tuban. Walaupun aku seharusnya turun di Tambak Boyo. Saat itulah dompetku tidak ada disakuku. Mungkin jatuh ditempat duduk. Karena aku masih mengantuk dan hujan aku lari turun dengan loncat dan lari. Sehingga tidak ada kesempatan untuk meneliti barang-barangku. Aku malu terhadap bibimu. Malamnya aku tidur di masjid Tambak Boyo. Ketika itu terucap janjiku dalam hati terhadap bibimu. Kalau aku bisa berjumpa dengannya aku akan minta maaf dan aku akan mengganti pakaiannya yang kena air liur itu dengan pakaian satu stel yang baru. Sekarang aku malu terhadap bibimu. Kapan kamu ada sempat pulang mintakan maafku kepadanya ya !. Aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku malu sekali. Aku rasa permohonan maafku cukup melalui lidahmu saja. Aku yakin lidahmu lebih pas untuk bisa memintakan maaf kesalahanku terhadapnya.”
Setelah
dompet itu diberikan kepadanya, Romi bersujud syukur ditempat itu. Ia
meneteskan air mata. Karena Alloh telah memberikan dompet itu melalui tangan
muridnya. Bukan tangan orang lain.
Romi
berdiri dan berjalan menuju ke kamarnya. Ia membuka almari. Ia mengambil
beberapa lembar uang ratusan ribu. Seetelah itu ia berjalan menuju ketempat
Syukur, muridnya.
“Ini
selembar ratusan untukmu. Dan selebihnya untuk bibimu. Sebagai rasa terima
kasihku kepadanya. Rasa terima kasihku karena walaupun dia telah aku sakiti
ternyata dia masih juga sudi membawakan dompetku yang jelek ini. Dan sebagai
pelunasan janjiku dalam hati. Janji mengganti pakaian baru satu stel atas baju
yang terkena air liur busukku."
Syukur
menghitung uang itu. Ada lima lembar uang ratusan ribu. Jadi jumlah semuanya
lima ratus ribu. Syukur merasa tidak enak menerima uang terlalu banyak dari
ustadznya itu. Lima ratus ribu adalah uang yang terbilang cukup banyak. Dia
sendiri bekalnya dipesantren saja hanya empat ratus lima puluh ribu. Tapi hanya
sekedar menemukan dan mengembalikan
dompet saja bisa menerma uang sebanyak itu.
“Maaf
ustadz ! Ini terlalu banyak ustadz. Aku tidak mau menerima uang sebanyak ini.
Bibiku dan aku hanya menemukan dan mengembalikan dompet ini. Tidak layak
mendapatkan hadiah atau sedekah sebanyak ini ustadz.”
“Tidak.
Uang itu tidak banyak bagiku, diukur dengan kalau aku harus mengurus KTP. Kalau
aku mengurus KTP akan mengorbankan waktu yang panjang. Sehingga aku akan ketinggalan
beberapa materi pelajaran. Maka
kerugianku tidak bisa ditebus dengan hanya sekedar uang sejumlah itu. Dan ingat
Syukur ! Besuk hari Senin aku insyaalloh akan dikirimi uang oleh Ustadz Toha
berkat KTP yang kamu berikan ini, uang sejumlah tujuh juta lima ratus ribu
rupiah. Jadi hitung – hitung bagianmu yang hanya dibawah sepuluh persennya dari
uang yang akan aku dapat dari KTP ini Syukur. ”
“Dan
uang itu sangat sedikit nilainya kalau diukur dengan satu stel pakaian wanita.
Maka berikan uang sedikit itu kepada bibimu untuk membeli satu stel pakaian !
Dan rayualah agar dia tidak marah kepadaku ! ” Sambung Romi.
Syukur
keluar dari kamar setelah ijin ustadznya. Ia pergi menuju tempat seorang
kenalannya. Seorang pemuda kampung yang biasanya dipinjami HP. Disana ia
menghubungi bibinya yang ada didesa Sawir dengan HP pinjaman itu.
“Assalamu’alaikum.
Bagaimana kabar bibi malam ini ? Sudah tidur apa belum ? Apa masih membantu
membuat kripik jagung ?” Sapa Syukur kepada bibinya.
“Wa’alaikum
salam. Alhmdulillah bibi dan keluarga disini baik – baik. Tapi hatiku masih
gelisah terus. Bagaimana tentang dompet ustadzmu itu ? Sudah diserahkan apa
belum ?” Jawab Lia penuh harap.
“He
he he…. Tenanglah bibi ! Jangan gelisah terus. Kalau gelisah terus bibi akan
semakin kurus dan jatuh sakit lho.”
“Bagaimana
bibi tidak sedih, kalau dompet itu sampai sekarang belum diserahkan ? Kalau
lama tidak kamu serahkan maka ustadzmu akan semakin jengkel ketika dompet itu
kamu serahkan.”
“Maaf
bibi ! Syukur hanya mencari waktu yang pas bibi. Kalau menyampaikan tidak pada
waktu yang pas dan tepat takutnya dia malah marah.”
____________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!