“He
he he…. Tenanglah bibi ! Jangan gelisah terus. Kalau gelisah terus bibi akan
semakin kurus dan jatuh sakit lho.”
“Bagaimana
bibi tidak sedih, kalau dompet itu sampai sekarang belum diserahkan ? Kalau
lama tidak kamu serahkan maka ustadzmu akan semakin jengkel ketika dompet itu
kamu serahkan.”
“Maaf
bibi ! Syukur hanya mencari waktu yang pas bibi. Kalau menyampaikan tidak pada
waktu yang pas dan tepat takutnya dia malah marah.”
“Setiap
hari alasannya kok sama. Alasannya selalu mencari waktu yang pas. Tapi kapan
datangnya waktu yang pas itu ?”
“Apa
hadiahnya kalau aku bisa menaklukkan ustadzku ?”
“Aneh
kamu itu. Sama bibinya minta hadiah segala. Memangnya bibi ini sudah kerja apa
?”
“Kalau
begitu gantianlah.”
“Gantian
bagaimana ?”
“Aku
akan merayu ustadz Romi agar ia mau minta maaf dan memberi hadiah kepada bibi.
Kalau aku nanti berhasil bagaimana kalau hadiah itu untukku bibi ?”
“Hemmm….
Pikiranmu aneh – aneh saja. Masak yang salah bibi kok ustadzmu yang mau
memberikan hadiah kepada bibi. Ini namanya mengharapkan sinar matahari ditengah
malam.”
“Tidak
boleh mengumpamakan semacam itulah bibi. Karena aku tahu sifat – sifat
ustadzku. Aku tahu kelemahannya juga. Dikala nanti aku tembak kelemahannya bisa
juga apa yang mustahil bisa jadi kenyataan.”
“Ah
…. Terserah kamu sajalah.”
“Jadi
kalau aku berhasil hadiah itu untukku ya ?”
“Terserah
kamu sajalah.”
“Bibi
ikhlash benar ?”
“Huh
… . Ikhlash… ikhlash.”
“Alhamdulillah.
Aku berhasil bi. Ustadzku memberikan uang kepadaku seratus rupiah. Dan
memberikan hadiah uang kepada bibi sejumlah empat ratus ribu rupiah. Maka saat
ini kau mempunyai uang sejumlah lima ratus ribu rupiah. He he he … Bibi kalah
denganku.”
“Kamu
bilang apa Syukur. Kamu sudah gila ya ? Masak ustadzmu memberikan uang sebanyak
itu kepadamu. Masak ustadzmu memberikan hadiah kepadaku orang yang telah
berbuat salah kepadanya. Aneh kamu. Jangan melamun kamu !”
“Aku
tidak melamun bibi. Ini beneran. Bibi tahu apa tidak tandanya ?”
“Tanda
apa ?”
“Tandanya
aku mendapat hadiah. Aku biasanya tilpun bibi hanya sebentar saja. Takut
kehabisan pulsa. Sekarang aku berani tilpun bibi berlama – lama. Karena uangku
banyak. Semalamanpun aku berani ngobrol sama bibi. Sekarang pulsa tidak jadi
masalah lagi bagiku.”
“Hemmm
…. Aku tetap tidak percaya. Kamu bisa tilpun lama karena dapat gratisan kan?”
“Bibi
masih juga belum percaya ya ?”
“Aku
tidak percaya sama. Aku bisa percaya kalau bisa kamu sambungkan dengan
ustadzmu. Kalau ustadzmu yang berbicara baru aku percaya. Bisakah kamu
menyambungkan dengan ustadzmu ?”
“Maaf
bibi ! Aku sekarang tidak dipesantren. Aku lagi diluar pesantren. HP yang aku
pakai tilpun ini HP biasanya itu. HP milik kenalanku pemuda kampung.”
____________________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!