بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang "
Romi
memandang kearah air liur yang menetes didada wanita itu. Ia melihat gumpalan
air liurnya yang menempel didada wanita itu. Ia menjadi masgul. Ia ingin
menebus kesalahan itu. Kesalahan yang sangat fatal. Tetapi dengan cara apa. Mau
mengusap air liurnya yang menempel didada wanita itu dengan sapu tangan. Tetapi
ia tidak punya sapu tangan yang masih kering. Karena sapu tangannya ikut basah
ketika tercebur di genangan air hujan di terminal Bungurasih.
Romi
tahu bahwa mempermalukan orang dihadapan orang bnyak adalah dosa besar. Maka ia
ingin bisa menebus dosanya terhadap wanita itu sekuat tenaga. Ia ingin ada
kemaafan sebelum turun dari bis. Maka ia berfikir mencari cara untuk bisa
membuka pintu maaf wanita tersebut.
“Maaf
mbak ! Aku benar – benar tidak sengaja.”
“Enak
saja. Sejak tadi bisanya minta maaf. Kesalahanmu tidak aku maafkan.”
“Mengapa
sesama manusia tidak mau memaafkan. Padahal aku benar – benar tidak sengaja. Apa
yang harus aku lakukan demi pintu maafmu ?”
“Huh….
Pemuda cengeng. Sejak tadi minta maaf saja bisanya. Aku muak melihatmu. Aku
juga muak mendengarkan suaramu.”
“Okelah
kalau begitu. Tadi kamu bilang kalau saja tidak hujan demi menghindariku kamu
akan turun. Maka berilah jalan kepadaku ! Sekarang aku akan turun dari bis demi
menebus kesalahanku walaupun masih hujan. Walaupun belum sampai tujuan. Permisi
aku lewat. ” Pinta Romi kepada wanita tersebut.
Wanita
itu menggeser lututnya. Ia memberi kesempatan kaki Romi untuk lewat. Setelah
Romi lewat ia kembali duduk seperti semula. Ia memandang kearah Romi dengan
sinis.
Diluar
masih hujan lebat. Air masih tumpah dari langit sanagt kuat. Dijalan – jalan
tergenang air.
Penumpang
bis penuh. Di lorong – lorong bispun penuh dengan penumpang. Karena memang hari
Sabtu malam Minggu. Maka Romi tidak bisa langsung turun. Ia berjalan menuju
pintu depan dengan menerobos beberapa penumpang yang berjejal dilorong bis.
“Pak
sopir kiri pak ! Aku turun disini saja.” Teriak Romi kepada sopir.
“Sebentar
lagi saja mas ! Sebentar lagi sampai terminal Tuban. Turun diterminal sajalah !
Kalu turun disini tidak ada tempat berteduh.” Jawab sopir.
“Terima
kasih pak sopir.”
Ketika
Romi berjalan kearah pintu depan orang – orang yang ada disekitarnya menoleh
dan memandang Romi. Mereka melihat wajah Romi yang penuh benjolan yang membiru
dan lecet - lecet. Sebagian mereka tahu penyebab benjolan – benjolan yang ada
diwajah Romi tersebut. Sebagian yang tidak tahu.
Bagi
yang mengetahui penyebabnya mereka mengamati Romi terus. Mereka penasaran siapa
Romi yang sebenarnya.
“Tuban
terakhir …. Tuban terakhir… Ini terminal Tuban.” Teriak kernek bis itu.
Romi
segera turun dari bis. Begitu keluar dari pintu bis ia lari menuju musholla. Karena
hujan masih lebat. Sampai di musholla ia membasuh kaki dan masuk ke musholla.
Ia segera ganti sarung untuk melaksanakan sholat jama’. Sholat jama’ ta’khir.
Sholat maghrib dan sholat isya’ diwaktu isyak.
Romi
keluar musholla dengan memakai kain sarung. Ia pergi kekamar kecil untuk buang
hajat. Selesai buang hajat ia mengambil air wudlu. Selesai berwudlu ia segera
menunaikan sholat jama’ta’khir.
Romi
merasa lapar setelah mendirikan sholat jama’. Ia menuju warung diujung terminal
untuk mangisi perutnya. Ia pesan nasi
dan minuman kesukaannya, nasi krengsengan dan air mineral.***
Begitu
Romi pindah dari tempat duduknya wanita itu merasa lega. Ia seperti terbebas
dari membawa beban yang sangat berat. Ia bersyukur karena bisa duduk dengan
santai. Namun belum bisa menikmati duduk yang longgar buru – buru ada penumpang
lain yang ingin duduk disebelah wanita itu.
“Permisi
mbak ! Aku mau duduk disebelah pinggir situ.” Pinta seseorang lelaki.
Wanita
cantik itu menggeser lututnya lagi. Ia mempersilahkan lelaki itu untuk masuk ke
tempat duduk sebelahnya.
Lelaki
itu kemudian duduk. Beberapa saat ia duduk ia berkata.
“Maaf
mbak ! Ini dompetnya siapa ?” Tanya lelaki itu kepada wanita cantik tersebut.
“Entah
tidak tahu. Mungkin dompetnya penjahat itu.” Jawab wanita tersebut dengan ketus.
“Ooo
… bukan dompet mbak ya ?”
“Mana
aku punya dompet sejelek itu.”
“Bagaimana
ini ? Apa kita serahkan kepada orangnya ?”
“Ambil
saja untukmu ! Mana mungkin kita bisa menyerahkan kepada penjahat jelek itu.
Ini sudah meninggalkan terminal.”
“Kasihan
mbak. Siapa tahu didalamnya ada surat – surat penting. Paling tidak ada KTPnya.
Kasihanlah kalu kita biarkan disini.”
“Biar
saja ! Aku tidak mau urus. Mau hilang, atau mau dibawa orang terserah saja.”
Jawab wanita itu semakin jengkel.
“Hemmm
…. Bagaimana aku harus bertindak ya ?” Kata lelaki itu.
Lelaki
itu mencoba membuka dompet tersebut. Satu persatu isi dompet tersebut ditaruh
dipangkuannya dengan hati – hati agar tidak terjatuh. Diantara isinya adalah :
selembar KTP, selembar kartu santri, selembar kartu OSIS, dan uang sejumlah Rp.
65.000,- saja.
Lelaki
itu mengamati tiga kartu tersebut. Selembar KTP, selembar kartu pelajar / OSIS,
dan selembar kartu santri.
KTP
itu menyebutkan dengan jelas dan lengkap alamat empunya. Kartu OSIS menyebutkan
bahwa empunya kartu adalah seorang pelajar di sebuah sekolah tingkat atas (SMA)
kelas tiga. Sedangkan kartu santrinya menyebutkan bahwa empunya kartu adalah
salah satu santri pondok pesantren di Sarang Rembang.
_____________________
Insyaalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!