Selasa, 10 April 2012

KASIH TAK SAMPAI. 4. Preman Yang Baik Hati (bag. 23)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   

"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang "


Romi memandang kearah air liur yang menetes didada wanita itu. Ia melihat gumpalan air liurnya yang menempel didada wanita itu. Ia menjadi masgul. Ia ingin menebus kesalahan itu. Kesalahan yang sangat fatal. Tetapi dengan cara apa. Mau mengusap air liurnya yang menempel didada wanita itu dengan sapu tangan. Tetapi ia tidak punya sapu tangan yang masih kering. Karena sapu tangannya ikut basah ketika tercebur di genangan air hujan di terminal Bungurasih.


Romi tahu bahwa mempermalukan orang dihadapan orang bnyak adalah dosa besar. Maka ia ingin bisa menebus dosanya terhadap wanita itu sekuat tenaga. Ia ingin ada kemaafan sebelum turun dari bis. Maka ia berfikir mencari cara untuk bisa membuka pintu maaf wanita tersebut.

“Maaf mbak ! Aku benar – benar tidak sengaja.”

“Enak saja. Sejak tadi bisanya minta maaf. Kesalahanmu tidak aku maafkan.”

“Mengapa sesama manusia tidak mau memaafkan. Padahal aku benar – benar tidak sengaja. Apa yang harus aku lakukan demi pintu maafmu ?”

“Huh…. Pemuda cengeng. Sejak tadi minta maaf saja bisanya. Aku muak melihatmu. Aku juga muak mendengarkan suaramu.”

“Okelah kalau begitu. Tadi kamu bilang kalau saja tidak hujan demi menghindariku kamu akan turun. Maka berilah jalan kepadaku ! Sekarang aku akan turun dari bis demi menebus kesalahanku walaupun masih hujan. Walaupun belum sampai tujuan. Permisi aku lewat. ” Pinta Romi kepada wanita tersebut.

Wanita itu menggeser lututnya. Ia memberi kesempatan kaki Romi untuk lewat. Setelah Romi lewat ia kembali duduk seperti semula. Ia memandang kearah Romi dengan sinis.

Diluar masih hujan lebat. Air masih tumpah dari langit sanagt kuat. Dijalan – jalan tergenang air. 

Penumpang bis penuh. Di lorong – lorong bispun penuh dengan penumpang. Karena memang hari Sabtu malam Minggu. Maka Romi tidak bisa langsung turun. Ia berjalan menuju pintu depan dengan menerobos beberapa penumpang yang berjejal dilorong bis. 

“Pak sopir kiri pak ! Aku turun disini saja.” Teriak Romi kepada sopir.

“Sebentar lagi saja mas ! Sebentar lagi sampai terminal Tuban. Turun diterminal sajalah ! Kalu turun disini tidak ada tempat berteduh.” Jawab sopir.

“Terima kasih pak sopir.”

Ketika Romi berjalan kearah pintu depan orang – orang yang ada disekitarnya menoleh dan memandang Romi. Mereka melihat wajah Romi yang penuh benjolan yang membiru dan lecet - lecet. Sebagian mereka tahu penyebab benjolan – benjolan yang ada diwajah Romi tersebut. Sebagian yang tidak tahu.
Bagi yang mengetahui penyebabnya mereka mengamati Romi terus. Mereka penasaran siapa Romi yang sebenarnya.

“Tuban terakhir …. Tuban terakhir… Ini terminal Tuban.” Teriak kernek bis itu.

Romi segera turun dari bis. Begitu keluar dari pintu bis ia lari menuju musholla. Karena hujan masih lebat. Sampai di musholla ia membasuh kaki dan masuk ke musholla. Ia segera ganti sarung untuk melaksanakan sholat jama’. Sholat jama’ ta’khir. Sholat maghrib dan sholat isya’ diwaktu isyak.  

Romi keluar musholla dengan memakai kain sarung. Ia pergi kekamar kecil untuk buang hajat. Selesai buang hajat ia mengambil air wudlu. Selesai berwudlu ia segera menunaikan sholat jama’ta’khir.

Romi merasa lapar setelah mendirikan sholat jama’. Ia menuju warung diujung terminal untuk mangisi perutnya. Ia pesan nasi  dan minuman kesukaannya, nasi krengsengan dan air mineral.*** 

Begitu Romi pindah dari tempat duduknya wanita itu merasa lega. Ia seperti terbebas dari membawa beban yang sangat berat. Ia bersyukur karena bisa duduk dengan santai. Namun belum bisa menikmati duduk yang longgar buru – buru ada penumpang lain yang ingin duduk disebelah wanita itu. 

“Permisi mbak ! Aku mau duduk disebelah pinggir situ.” Pinta seseorang lelaki.

Wanita cantik itu menggeser lututnya lagi. Ia mempersilahkan lelaki itu untuk masuk ke tempat duduk sebelahnya.

Lelaki itu kemudian duduk. Beberapa saat ia duduk ia berkata.

“Maaf mbak ! Ini dompetnya siapa ?” Tanya lelaki itu kepada wanita cantik tersebut.

“Entah tidak tahu. Mungkin dompetnya penjahat itu.” Jawab wanita tersebut dengan ketus.

“Ooo … bukan dompet mbak ya ?”

“Mana aku punya dompet sejelek itu.”

“Bagaimana ini ? Apa kita serahkan kepada orangnya ?”

“Ambil saja untukmu ! Mana mungkin kita bisa menyerahkan kepada penjahat jelek itu. Ini sudah meninggalkan terminal.” 

“Kasihan mbak. Siapa tahu didalamnya ada surat – surat penting. Paling tidak ada KTPnya. Kasihanlah kalu kita biarkan disini.”

“Biar saja ! Aku tidak mau urus. Mau hilang, atau mau dibawa orang terserah saja.” Jawab wanita itu semakin jengkel.

“Hemmm …. Bagaimana aku harus bertindak ya ?” Kata lelaki itu.

Lelaki itu mencoba membuka dompet tersebut. Satu persatu isi dompet tersebut ditaruh dipangkuannya dengan hati – hati agar tidak terjatuh. Diantara isinya adalah : selembar KTP, selembar kartu santri, selembar kartu OSIS, dan uang sejumlah Rp. 65.000,- saja.

Lelaki itu mengamati tiga kartu tersebut. Selembar KTP, selembar kartu pelajar / OSIS, dan selembar kartu santri. 

KTP itu menyebutkan dengan jelas dan lengkap alamat empunya. Kartu OSIS menyebutkan bahwa empunya kartu adalah seorang pelajar di sebuah sekolah tingkat atas (SMA) kelas tiga. Sedangkan kartu santrinya menyebutkan bahwa empunya kartu adalah salah satu santri pondok pesantren di Sarang Rembang.
_____________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!