Saat
itu Tiara sangat geram terhadap tingkah Romi. Pemuda yang lugu, dengan pakaian
yang terlalu lusuh itu tidak mau menerima perasaan hatinya. Padahal penampilan
Romi tidak lebih gaya dibanding dengan kawan – kawan kuliahnya. Romi hanyalah
Romi. Kaos yang dipakainya sudah terlalu kusam, celananya lusuh, sandal
carvilnya sudah terlalu usang untuk dipakai dilingkungan kota Metropolitan
Surabaya. Tetapi Romi sanggup menolak perasaan hati Tiara.
Selama
ini Tiara selalu yakin bahwa setiap lelaki yang didekatinya selalu berhasil
jatuh dalam rayuannya. Bahkan kawan – kawan kuliah di kampusnya selalu mengejar
– negejar dirinya tanpa harus dirayunya. Sering juga ia risih terhadap
perlakuan beberapa teman mahasiswa terhadap dirinya. Karena mereka terlalu berani saja menggoda
dirinya.
Tiara
tiba – tiba merasa geram dengan Romi si santri yang menenteng tas usang
dipundaknya itu. Ia merasa dilecehkannya. Ia ingin memukulnya. Ia ingin
membalas perlakuan Romi terhadap dirinya itu dengan memakai tangan orang lain.
Ia ingin berteriak keras “copet” agar Romi dikejar – kejar orang di
terminal dan dihajarnya. Tetapi Tiara mengakui bahwa hatinya tidak bisa
melakukan itu. Karena sebagaian hatinya telah dititipkan dihati Romi. Kalau
Romi sakit tentu Tiara ikut sakit juga.
Tiba
– tiba Romi meloncat di kehujanan itu. Ia memburu bis yang baru saja datang.
Bis jurusan Jakarta. Ia ingin segera masuk kedalam bis itu dan terbebas dari
rayuan Tiara.
Tetapi
sial bagi Romi. Ia tidak tahu kalau tas usangnya bagian belakang sudah dipegang
erat oleh Tiara sejak tadi. Ia terjatuh digenangan air. Maka seluruh pakaiannya
basah kuyup masuk ke genangan air hujan. Bersamaan dengan itu orang – orang
disekitarnya tidak menolong. Mereka beramai – ramai mendatangi Romi. Mereka
menganggap bahwa romi adalah pencopet. Maka mereka menghajar Romi. Kepala, perut, punggung Romi sempat
mendapatkan pukulan dan tendangan dari mereka beberapa kali.
Merasa
dirinya dikeroyok, Romi berusaha menyelamatkan diri. Tanpa menyadari bahwa
semua pakaiannya basah dan tasnya tertinggal, ia segera bangkit dan lari menuju
sebuah bis yang baru saja datang. Bis jurusan Jakarta. Ia segera masuk kedalam
bis itu. Baginya keselamatan adalah nomer satu pada saat yang demikian.
Usaha
Romi ini sia – sia pula. Karena mereka mengejarnya pula masuk kedalam bis.
Didalam bis ia kena pukul kepalanya beberapa kali oleh mereka. Romi berusaha
kabur dari dalam bis itu. Ia menerobos gerombolan penumpang bis yang sedang
keluar melalui pintu belakang dengan loncat. Di depan pintu belakangpun ternyata
sudah banyak orang yang menghadangnya. Bahkan ia sempat kena pukul kepalanya. Dan
perut dan kakinyapun kena tendang beberapa kali.
Romi
berusaha lari meloloskan diri dari kepungan mereka menuju pos polisi unit
terminal. Namun sebelum sampai di pos polisi ia terjepit oleh sekian orang
pengejarnya. Saat yang terjepit itu ia berhenti berlari. Darah kependekarannya
timbul. Semboyan kependekarannya juga timbul “musuh jangan dicari, tapi
ketika ada musuh jangan lari. Begitulah semboyan yang ditanamkan oleh
guru besar silatnya dulu, KH. Yusuf Rofi’i SH Sepanjang Sidoarjo.”
“Maaf
aku bukan pencopet ! Jagan pukuli aku ! Ayolah bicaralah baik – baik saja di
pos polisi sana itu !”
“Hemmm
… Kurang ajar, pencopet mengaku bukan pencopet. Pandai pula kamu mengelabuhi
kmi. Ayo kita hajar !” Teriak salah seorang diantara mereka yang paling besar
diantara mereka.
______________________________
Insyaalloh berambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!