Kamis, 05 April 2012

KASIH TAK SAMPAI. 3. Gadis Angker Sang Penodong (bag. 17)


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang "

“Maaf aku bukan pencopet ! Jagan pukuli aku ! Ayolah bicaralah baik – baik saja di pos polisi sana itu !”

“Hemmm … Kurang ajar, pencopet mengaku bukan pencopet. Pandai pula kamu mengelabuhi kmi. Ayo kita hajar !” Teriak salah seorang diantara mereka yang paling besar diantara mereka.

“Maaf saudaraku ! Jangan kalian memaksaku untuk mengakui apa yang tidak aku kerjakan ! Ayo kita biacara baik – baik saja di pos polisi itu !”

“Ayo kita sergap saja ! Ia berusaha mengalihkan perhatian kita. Setelah kita lengah dia akan kabur. Ia akan melarikan diri.”

“Astaghfirullohal ‘adhim … Kalian tidak percaya denganku. Jangan salahkan aku kalau diantara kalian ada yang terluka.”

“Bangsat. Dasar pencopet, sudah terjepit mengancam pula. Ayo kita sergap rame – rame !” Teriak orang tersebut.

Romi pasang kuda – kuda. Kedua tangannya ditaruh didepan dadanya. Mengepal. Kaki kirinya menjulur kedepan dan kaki kanannya dibelakang. Jari – jari kakinya mengeras. Ia berposisi kuda – kuda berat belakang. Ia mengambil nafas dalam – dalam. Matanya melirik kearah samping kanan dan kiri. Ia melirik celah yang bisa diterobos untuk segera lari ke pos polisi. Ketika beberapa orang menyergapnya dengan cepat Romi menggerakkan kaki dan tangannya dengan sangat cepat pula.
Seketika itu Romi bagaikan pendekar pilih tanding ala di film – film Kung Fu China. Ia bergerak cepat. Badannya meliuk – liuk dengan lentur dan indah. Kakinya yang berotot berkelebat dengan cepat. Tangannya yang perkasa memutar – mutar halus dengan sangat cepat pula. 

Romi meloncat kearah samping kiri dan kanan. Kebelakang dan kedepan. Sesakali setelah ales, ia membalas serangan itu dengan tendangan kakinya. Sesekali setelah menangkis, ia membalasnya dengan pukulan tangannya yang keras. Beberapa balasan serangannya itu bersarang di badan pengeroyoknya. Beberapa orang yang terkena balasan serengan itu terjatuh. Terjerembab kedalam genangan air hujan. Dan mereka mengerang kesakitan. 

Perkelaian sudah berjalan beberapa waktu. Sudah banyak korban tendangan Romi yang berjatuhan. Demikian juga Romi. Ia terkena pula tendangan beberapa kali dan pukulan dari pengeroyoknya. Namun lama – lama Romi terjepit oleh mereka. Perkelahian itu tidak imbang. Karena semakin lama, semakin banyak orang yang datang  untuk mengeroyoknya. Tenaga Romi terkuras pula. Sebelum terlambat, pada situasi yang demikian ia ingin menggunakan Ilmu Simpananya. Sebuah ilmu asma’ karomah yang pernah dipelajarinya di sebuah pesantren yang berada di Josremo (Darus Sama’ = rumah langit) Surabaya. Yaitu sebuah ilmu yang bisa untuk melumpuhkan orang lain berapapun jumlah lawannya dalam waktu sekejap. Atau sebuah ilmu yang bisa untuk mengambil tenaga orang lain dalam waktu singkat. Sehingga lawan – lawannya bisa segera lumpuh semuanya dalam waktu singkat. 

Romi buru – buru mengurungkan niatnya. Ia merasa tidak layak menggunakan ilmu itu pada saat yang demikian. Karena lawannya bukanlah musuh. Tetapi lawannya hanyalah orang – orang yang salah paham. Mereka orang – orang yang berniat baik. Mereka ingin menolong Tiara. Ingin menyelamatkan Tiara dari kejahatan seorang pencopet. Sekaligus mereka ingin memberi pelajaran kepada pencopet, Romi. Agar Romi tidak melakukan pencopetan lagi. Agar Romi tidak menyusahkan orang lain lagi. Agar Romi sadar bahwa kejahatan itu balasannya juga kejahatan baik didunia maupun diakherat. Ia sadar ilmu itu hanya pantas digunakan ketika berhadapan dengan musuh yang sesungguhnya. Musuh yang ingin membunuh dirinya. Musuh yang ingin menghancurkan dirinya.

Setelah berfikir demikian maka Romi cepat mengambil keputusan. Ia melompat dan menerobos sela – sela pengeroyoknya. Ia lari menuju pos polisi. 

Namun tidak mudah menerobos barisan orang – orang yang sudah berlapis mengepungnya. Tidak mudah ia bisa menyisihkan sebegitu banyaknya orang. Ia harus punya taktik dan mengeluarkan tenaga extra agar bisa mencapai maksud tersebut.

Cara yang sedikit mudah untuk menerobos barikade itu, Romi harus menerobos bagian yang paling tipis. Dan barikade yang paling tipis itu, sisi yang kearah turunnya air hujan.

Setelah mengambil nafas dalam – dalam, Romi menyibakkan tangan. Ia mendorong sekuat tenaga orang – orang yang ada disamping kanannya. Beberapa orang terjatuh. Romi segera meloncat ke area yang terbebas. Yaitu area yang terguyur air hujan. Tapi sial bagi Romi. Kaos yang menutup punggung Romi ditarik dari belakang dengan sekuat tenaga oleh salah seorang pengejarnya. Maka kaos Romi sobek dan Romi terjerembab ketanah.  Maka wajah Romi membentur ke tanah pavingan. 

Romi segera bangun .  Ia merasakan wajahnya pedih kena air hujan. Lantas mengusap wajahnya dengan tangan kiri. Setelah itu ia melihat telapak tangan kirinnya. Ia terkejut karena pada telapak tangannya terdapat darah. Wajahnya terluka.

Romi segera bangkit dan lari menuju pos polisi lewat area yg terguyur hujan. Agar tidak dikejar orang banyak. Sampai didepan pos polisi unit terminal Bungurasih ia segera masuk tanpa permisi. Sampai didalam pos itu ia segera minta perlindungan kepada seorang polisi yang sedang jaga di terminal tersebut.
Selama kejadian itu berlangsung Tiara hanya menyaksikan dari jauh. Ia bingung mau berbuat apa. Karena dalam hatinya sedang gemuruh perang diantara dua rasa. Rasa sayang dan rasa geram.
_________________________________
Insyaalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!