Sabtu
tanggal 19 Desember 2009 cuaca berawan tebal di Kota Pahlawan Surabaya dan
sekitarnya. Seakan hujan hampir tumpah dari langit. Walaupun jam masih
menunjukkan pukul satu siang gelapnya
seperti jam enam sore.
Saat
itu Romi baru saja keluar dari rumah Hasan, kawan pesantrennya. Ia mau balik ke
pesantrennya Sarang Rembang Jateng.
Romi
berkunjung ke rumah Hasan yang berada di
Perumnas Waru Indah Sidoarjo itu sejak hari Jum’at tanggal 18 Desember 2009. Ia
tidak tidur sehari semalam. Malam Sabtu ia ngobrol dengan kawan akrabnya itu
sampai pagi. Setelah sarapan pagi ia diajak keliling kota Surabaya oleh Hasan.
Pergi ke Pantai Wisata Kenjeran, ke bonbin (kebun binatang), dan ke tempat –
tempat toko swalayan terkenal di Surabaya. Praktis ketika ia pulang hari Sabtu
itu ia sangat lelah dan mengantuk. Matanya bagaikan dilem saja. Seakan tidak
bisa dibuka.
“Kamu
tampak loyo sekali siang ini, mengantuk pula. Bagaimana kalau pulang besuk
saja?” Pinta Hasan kepada Romi.
“Memang,
aku loyo sekali. Terlalu lelah mungkin. Dan mengantuk sekali. Tapi aku puas
bisa menikmati keindahan alam pantai kenjeran dan bonbin. Aku harus pulang
sekarang juga. Karena aku ada acara dirumah besuk pagi.” Jawab Romi.
“Kalau
kamu tidak pulang sekarang, kamu akan ada kesempatan untuk berkenalan dengan
seseorang yang mungkin akan sanggup mewarnai kehidupanmu. Dia juga akan sanggup
mendampingimu mengarungi samudera rumah tanggamu. Yang penting dia akan sanggup
menghiburmu setiap saat kamu susah. Sanggup mendampingimu berjalan dalam suka dan
duka.”
“Maksdunya
?”
“Mar’ah
jamilah (wanita cantik).”
“Ooo
… Aku belum ada kepikiran untuk zawwaj. Setamat dari Sarang aku masih ingin bisa tholab
di Al – Azhar, Kairo Mesir. Lagi pula usiaku masih terlalu muda untuk zawwaj.”
“He
he he… Tidak usah tholab disana kan tidak apa – apa kalau mendapatkan zaujah
mar’ah jamilah wa sholihah (isteri yang cantik dan sholihah).”
“Aku
malu sama abahku. Aku malu kalau aku tidak sanggup membuat pembaharuan di
pesantren abahku. Kalau abahku sudah berhasil mendirikan pesantren, maka aku
harus berhasil mengembangkan dan mengadakan pembaharuan.”
Tiba
– tiba percakapan mereka terhenti karena dikejutkan oleh terbukanya pintu
gerbang rumah yang berhadapan dengan rumah Hasan. Dari dalam pintu gerbang itu
keluar seorang gadis cantik. Tubuhnya tinggi atletis. Kulitnya putih
kekuningan. Rambutnya panjang sebahu dibiarkan terurai. Matanya sedikit sipit. Dihiasai
dengan kaca mata berwarna putih. Hidungnya mancung. Dihiasi dengan tindikan
kecil diujungnya. Diatas bibirnya yang tipis dihiasi dengan sebuah tahi lalat
kecil. Gadis itu memakai celana krem di padu dengan kaos lengan pendek berwarna
putih. Kakinya dilindungi dengan sepatu kulit warna hitam. Di lehernya terlilit
kalung emas. Demikian juga dilengannya memakai gelang emas. Ia tampak sangat cantik
dan anggun.
Gadis
itu menuntun motor Varionya nopol L 1881 C yang berwarna putih keluar pintu
gerbang. Ia tidak langsung menghidupkan mesin. Ia memarkir motornya ditepi
jalan. Lantas ia mendekati Hasan.
“Mau
kemana mas ?” Tanya Tiara kepada Hasan.
“Mau
ke terminal, mengantarkan tamu balik ke pesantren.” Jawab Hasan.
“Ouw… Memangnya ada tamu. Sejak kapan tamu menginap dirumah mas Hasan ?”
“Sejak tadi malam.”
____________________________
Insyaalloh bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!