Taxi
itu mundur mendekat ke jalan kecil sebelah selatan masjid. Hujan masih sangat
deras. Maka ketika pintu taxi dibuka beberapa anak kecil mendekat dan
menawarkan jasa payungnya. Romi menumpang berteduh di payung seorang anak kecil
sampai dimasjid. Setelah sampai masjid ia menyodorkan uang dua ribuan kepada
anak kecil penjual jasa payung tersebut. Dia menolak menerima kembalian uang
seribuan dari anak kecil itu.
Sampai
di masjid Romi menitipkan tas rangselnya ke tempat penitipan barang. Ia masuk
ke kamar kecil. Setelah kencing dan ambil air wudlu ia bergegas masuk masjid. Ia
menunaikan sholat tahiyatul masjid dua roka’at sebelum ikut jama’ah sholat
ashar di masjid terminal tersebut.
Selesai
sholat ashar berjamaah, dzikir dan doa Romi memanggil seorang anak kecil
penjual jasa payung. Ia minta diantar ke terminal. Sampai di terminal ia
mengambil tempat duduk menghadap kearah bus – bus jurusan ke Jakarta. Tapi saat
itu belum tampak bis yang dimaksud. Jadi dia hanya duduk saja di bangku
istirahat terminal sambil terkantuk – kantuk. Ia menindih tasnya untuk
menyelamtkan dari tangan – tangan jahil terminal.
Entah
berapa menit Romi tidur ditempat duduk terminal itu ketika tiba – tiba terbangun.
Ia terbangun karena dikejutkan oleh suara seoarng wanita yang duduk
disebelanya.
“Bangun
mas ! Sudah sore ini. Mau kemana mas ?” Tanya wanita yang ada disebelahnya
dengan senyuman tipis.
Romi
terperanjat. Ia terbangun. Ia menoleh kearah wanita yang menyapa itu. Ia
mengamati wanita itu dengan seksama. Mengamati wajahnya yang terhiasi dengan
kacamata hitam. Rambutnya yang panjang. Hidungnya yang mancung yang juga basah.
Bibirnya yang tipis warna merah pucat, karena kedinginan. Ujung – ujung
rambutnya yang panjang itu tampak basah. Wanita itu memakai jas kulit berwarna
hitam. Celana jeannya yang berwarna krem juga tampak basah. Kakinya dibungkus
dengan sepatu kulit agak panjang warna hitam pula. Wanita itu tampak sangat
angker. Ia tidak kenal dengan wanita itu. Ia heran mengapa tiba – tiba ada
wanita yang duduk disebelahnya. Romi berfikir sedikit su’udhon kepada wanita
tersebut. Jangan – jangan dia adalah pencopet atau penipu yang beroperasi di
terminal Bungurase. Maka ia bersikap hati – hati.
“He
he he … terkejut ya ?” Sambung wanita tadi.
“Ya,
aku sangat terkejut. Siapa anda dan mau pergi kemana ?” Jawab Romi dengan suara
tegas agak bergetar.
“Baru
saja kita kenalan kok sudah lupa. Belum tua kok jadi pelupa. Atau pura – pura
tidak kenal. Jangan sombong mas !”
“Siapa
anda dan ada urusan apa denganku ? Mengapa anda bilang jangan sombong ?
Bukankah kita baru berjumpa disini ?” Tanya Romi kepada wanita yang ada
disebelahnya itu dengan nada sedikit tinggi.
“Ini
tanganku. Jabatlah tanganku sebagai
bukti kalau mas tidak sombong !”
Romi
terdiam bingung. Ia belum kembali benar kesadarannya. Karena ia baru saja
terbangun dari tidur. Ia masih menebak – nebak siapa sebenarnya wanita yang ada
disebelahnya. Ia tidak berani langsung menerima tawaran untuk jabat tangan itu.
Ia ingat bahwa banyak orang kena sihir karena jabat tangan. Ia sedikit takut
juga kena sihir begitu jabat tangan.
“Ayo
mana tangannya mas !” Tanya wanita tersebut.
Seperti
kena sihir saja Romi mengulurkan tangannya tanpa berkata - kata. Tapi ketika ia
mengulurkan tangannya wanita tersebut langsung menyambar tangan Romi bagaikan
elang kelaparan menyambar mangsanya. Wanita itu tidak segera melepaskan lagi
tangan Romi. Bahkan wanita tadi meremas – remas tangan Romi sambil menggoyang –
goyangkan.
Romi
sangat terkejut terhadap perlakuan wanita tersebut. Ia mau mengibaskan tangan
wanita tersebut. Tetapi ia merasa tidak pantas berbuat kasar terhadap wanita.
Apalagi di terminal. Di tempat yang sangat umum. Ia takut juga itu adalah trik
wanita – wanita jalang di terminal.
“Apa
mas benar – benar sudah lupa terhadapku ? Sudah lupa terhadap Tiara yang baru
saja mas kenal di depan rumah Mas Hasan tadi ?.”
“Astaghfirullohal
‘adhim. Kamu, Tiara ? Mau kemana hujan – hujan semacam ini ? Maafkan aku ya ?” Pinta
Romi kepada Tiara.
“He
he he … Tidak usah minta ma’af. Karena tidak ada yang perlu dima’afkan. Karena
Mas Romi tidak salah. Aku tidak mau kemana – mana. Aku hanya ingin menemui
seseorang diterminal ini. Aku ingin bisa ngobrol agak panjang dengan seseorang
tadi.”
“Siapa
seseorang itu ? Cari saja dimana dia ! Tapi ma’af, aku tidak bisa membantumu.
Karena aku buru – buru. Aku akan segera pulang. Segera istirahat dirumah.
Sehingga kelelahanku bisa segera tertebus dengan istirahat yang cukup. Badan
segera segar kembali. Karena besuk pagi ada acara dirumahku.”
“He
he he … Aku tidak perlu bentuanmu. Aku hanya ingin pengertianmu.”
“Pengertianku
?”
“Betul.
Pengertianmu. Aku sengaja ke terminal ini untuk menemui Mas Romi.”
“Ke
terminal hanya untuk menemuiku ? Untuk apa ? Apa Tiara sudah gila. Hujan
semacam ini ke terminal hanya untuk menemuiku. Benar – benar gila.”
“He
he he … Boleh saja kamu bilang gila. Kalau aku gila kenapa ?”
“Kasihan
deh. Masak wanita secantik Tiara gila. Sayang bangetlah.”
“No
matter. Asal tidak gila beneran. Aku hanya gila kepada Mas Romi. Boleh kan aku
gila kepada Mas Romi ?” Tanya Tiara
berharap jawaban posititf.
Romi
diam, tidak bisa menjawab apa yang diungkapkan oleh Tiara tersebut. Ia diam
seribu bahasa. Ia mendengar apa yang dikatakan Tiara itu benar – benar asing
ditelinganya. Selama dipesantren ia tidak pernah mendengarkan kata – kata
seperti itu. Rayuan yang menjadikan Romi
tersipu malu bercampur takut.
________________________
Insyalloh bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!