Selasa, 03 April 2012

KASIH TAK SAMPAI. 3. GADIS ANGKER SANG PENODONG (bag. 14)


Taxi itu mundur mendekat ke jalan kecil sebelah selatan masjid. Hujan masih sangat deras. Maka ketika pintu taxi dibuka beberapa anak kecil mendekat dan menawarkan jasa payungnya. Romi menumpang berteduh di payung seorang anak kecil sampai dimasjid. Setelah sampai masjid ia menyodorkan uang dua ribuan kepada anak kecil penjual jasa payung tersebut. Dia menolak menerima kembalian uang seribuan dari anak kecil itu.

Sampai di masjid Romi menitipkan tas rangselnya ke tempat penitipan barang. Ia masuk ke kamar kecil. Setelah kencing dan ambil air wudlu ia bergegas masuk masjid. Ia menunaikan sholat tahiyatul masjid dua roka’at sebelum ikut jama’ah sholat ashar di masjid terminal tersebut.

Selesai sholat ashar berjamaah, dzikir dan doa Romi memanggil seorang anak kecil penjual jasa payung. Ia minta diantar ke terminal. Sampai di terminal ia mengambil tempat duduk menghadap kearah bus – bus jurusan ke Jakarta. Tapi saat itu belum tampak bis yang dimaksud. Jadi dia hanya duduk saja di bangku istirahat terminal sambil terkantuk – kantuk. Ia menindih tasnya untuk menyelamtkan dari tangan – tangan jahil terminal.

Entah berapa menit Romi tidur ditempat duduk terminal itu ketika tiba – tiba terbangun. Ia terbangun karena dikejutkan oleh suara seoarng wanita yang duduk disebelanya.   

“Bangun mas ! Sudah sore ini. Mau kemana mas ?” Tanya wanita yang ada disebelahnya dengan senyuman tipis.

Romi terperanjat. Ia terbangun. Ia menoleh kearah wanita yang menyapa itu. Ia mengamati wanita itu dengan seksama. Mengamati wajahnya yang terhiasi dengan kacamata hitam. Rambutnya yang panjang. Hidungnya yang mancung yang juga basah. Bibirnya yang tipis warna merah pucat, karena kedinginan. Ujung – ujung rambutnya yang panjang itu tampak basah. Wanita itu memakai jas kulit berwarna hitam. Celana jeannya yang berwarna krem juga tampak basah. Kakinya dibungkus dengan sepatu kulit agak panjang warna hitam pula. Wanita itu tampak sangat angker. Ia tidak kenal dengan wanita itu. Ia heran mengapa tiba – tiba ada wanita yang duduk disebelahnya. Romi berfikir sedikit su’udhon kepada wanita tersebut. Jangan – jangan dia adalah pencopet atau penipu yang beroperasi di terminal Bungurase. Maka ia bersikap hati – hati. 

“He he he … terkejut ya ?” Sambung wanita tadi.

“Ya, aku sangat terkejut. Siapa anda dan mau pergi kemana ?” Jawab Romi dengan suara tegas agak bergetar.

“Baru saja kita kenalan kok sudah lupa. Belum tua kok jadi pelupa. Atau pura – pura tidak kenal. Jangan sombong mas !” 

“Siapa anda dan ada urusan apa denganku ? Mengapa anda bilang jangan sombong ? Bukankah kita baru berjumpa disini ?” Tanya Romi kepada wanita yang ada disebelahnya itu dengan nada sedikit tinggi.

“Ini tanganku.  Jabatlah tanganku sebagai bukti kalau mas tidak sombong !”

Romi terdiam bingung. Ia belum kembali benar kesadarannya. Karena ia baru saja terbangun dari tidur. Ia masih menebak – nebak siapa sebenarnya wanita yang ada disebelahnya. Ia tidak berani langsung menerima tawaran untuk jabat tangan itu. Ia ingat bahwa banyak orang kena sihir karena jabat tangan. Ia sedikit takut juga kena sihir begitu jabat tangan.

“Ayo mana tangannya mas !” Tanya wanita tersebut.

Seperti kena sihir saja Romi mengulurkan tangannya tanpa berkata - kata. Tapi ketika ia mengulurkan tangannya wanita tersebut langsung menyambar tangan Romi bagaikan elang kelaparan menyambar mangsanya. Wanita itu tidak segera melepaskan lagi tangan Romi. Bahkan wanita tadi meremas – remas tangan Romi sambil menggoyang – goyangkan. 

Romi sangat terkejut terhadap perlakuan wanita tersebut. Ia mau mengibaskan tangan wanita tersebut. Tetapi ia merasa tidak pantas berbuat kasar terhadap wanita. Apalagi di terminal. Di tempat yang sangat umum. Ia takut juga itu adalah trik wanita – wanita jalang di terminal.

“Apa mas benar – benar sudah lupa terhadapku ? Sudah lupa terhadap Tiara yang baru saja mas kenal di depan rumah Mas Hasan tadi ?.”

“Astaghfirullohal ‘adhim. Kamu, Tiara ? Mau kemana hujan – hujan semacam ini ? Maafkan aku ya ?” Pinta Romi kepada Tiara.

“He he he … Tidak usah minta ma’af. Karena tidak ada yang perlu dima’afkan. Karena Mas Romi tidak salah. Aku tidak mau kemana – mana. Aku hanya ingin menemui seseorang diterminal ini. Aku ingin bisa ngobrol agak panjang dengan seseorang tadi.”

“Siapa seseorang itu ? Cari saja dimana dia ! Tapi ma’af, aku tidak bisa membantumu. Karena aku buru – buru. Aku akan segera pulang. Segera istirahat dirumah. Sehingga kelelahanku bisa segera tertebus dengan istirahat yang cukup. Badan segera segar kembali. Karena besuk pagi ada acara dirumahku.”

“He he he … Aku tidak perlu bentuanmu. Aku hanya ingin pengertianmu.”

“Pengertianku ?”

“Betul. Pengertianmu. Aku sengaja ke terminal ini untuk menemui Mas Romi.”

“Ke terminal hanya untuk menemuiku ? Untuk apa ? Apa Tiara sudah gila. Hujan semacam ini ke terminal hanya untuk menemuiku. Benar – benar gila.”

“He he he … Boleh saja kamu bilang gila. Kalau aku gila kenapa ?”

“Kasihan deh. Masak wanita secantik Tiara gila. Sayang bangetlah.”

“No matter. Asal tidak gila beneran. Aku hanya gila kepada Mas Romi. Boleh kan aku gila kepada Mas Romi ?”  Tanya Tiara berharap jawaban posititf. 

Romi diam, tidak bisa menjawab apa yang diungkapkan oleh Tiara tersebut. Ia diam seribu bahasa. Ia mendengar apa yang dikatakan Tiara itu benar – benar asing ditelinganya. Selama dipesantren ia tidak pernah mendengarkan kata – kata seperti itu.  Rayuan yang menjadikan Romi tersipu malu bercampur takut. 
________________________
Insyalloh bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah membaca lebih baik memberikan komentar......!!!